Mediator dan substansi radang
Kerusakan sel akibat adanya noksi akan
membebaskan berbagai mediator
atau substansi radang antara lain histamin,
bradikinin, kalidin, serotonin,
prostaglandin, leukotrien dan sebagainya.
Histamin terdapat pada semua jaringan
dibebaskan sebagai hasil interaksi antigen
dengan antibodi IgE pada permukaan sel
mast, berperanan pada reaksi hipersensitif
dan alergi. Substans tersebut merupakan
mediator utusan pertama dari sedemikian
banyak mediator lain, segera muncul
dalam beberapa detik. Reseptor-reseptor
histamin adalah H1 dan
H2
. Stimulasi pada
kedua reseptor ini menyebabkan vasodilatasi
pada arterial dan pembuluh darah
1 koronaria, merendahkan resistensi kapiler
dan menurunkan tekanan darah sistemik.
Pada reaksi radang permeabilitas kapiler
meningkat karena dibebaskannya histamin
Prazat kalikrein ialah kalikreinogen yang
tidak aktif terdapat dalam pankreas,
mukosa usus dan plasma darah. Kalikreinogen
diaktivasi oleh faktor Hageman,
melalui penguraian enzimatik dihasilkan
kinin aktif yaitu bradikinin dan kalidin,
keduanya autakoid. Sebagai mediator radang
bradikinin dan kalidin bereaksi lokal,
menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi,
meningkatkan permeabilitas kapiler dan
berperan meningkatkan potensi prostaglandin
(Mutschler, 1991; Garrison, 1991).
Serotonin (5-hidroksitriptamin, 5-Hf),
dalam konsentrasi tinggi terdapat pada
platelet darah, perifer mukosa usus dan di
beberapa bagian otak. Salah satu
reseptor 5-Hf yang terdapat pada membran
platelet ialah 5-Hf 2, jika distimulasi
akan meningkatkan agrerasi platelet
(Garrison, 1991).
Mediator eikosanoid berasal dari dua famili
berbeda, dari alur siklooksigenase
dihasilkan prostaglandin dan dari alur
lipoksigenase dihasilkan leukotrien, termasuk
semua senyawa yang masih berhubungan dengan
keduanya. Sebagai prazat adalah
asam arakidonat. Prostaglandin (PG)
sebenarnya bukan sebagai mediator radang,
lebih tepat dikatakan sebagai modulator
dari reaksi radang. Sebagai penyebab
radang, PG bekerja lemah, berpotensi kuat
setelah berkombinasi dengan mediator
atau substansi lain yang dibebaskan secara
lokal, autakoid seperti histamin,
serotonin, PG lain dan leukotrien.
Prostaglandin paling sensibel pada reseptor rasa
sakit di daerah perifer. Prostaglandin
merupakan vasodilator potensial, dilatasi
terjadi pada arteriol, prekapiler, pembuluh
sfingter dan postkapiler venula. Walaupun
PG merupakan vasodilator potensial tetapi
bukan sebagai vasodilator universal
(Hirschelmann, 1991; Campbell, 1991).
Selain PG dari alur sikooksigenase juga
dihasilkan tromboksan. Tromboksan A2
berkemampuan menginduksi agregasi
platelet maupun reaksi pembebasan platelet
(Campbell, 1991).
Dari alur lipoksigenase dihasilkan mediator
leukotrien (LT) dan hidroksi asam
lemak. Mediator LTB4 potensial untuk
kemotaktik leukosit polimorfonuklir, eosinofil
dan monosit. Pada konsentrasi lebih tinggi
LTB
menstimulasi agregasi leukosit
polimorfonuklir. Mediator LTB
mengakibatkan hiperalgesia. Efek terhadap
mikrovaskulatur diinduksi oleh LTC
clan
LTD
, beraksi di sepanjang endotel dari
postkapiler venula yang menyebabkan
eksudasi plasma. Pada konsentrasi tinggi LTC
dan LTD
mempersempit arteriol dan mengurangi eksudasi.
Kombinasi LTC
dan
LTD
merupakan mediator baru, dinamakan slow
reacting substance of anaphylaxis (SRS-
A) yang dapat menyebabkan peradangan,
reaksi anafilaksi, reaksi alergi dan asma
(Campbell, 1991).
Platelet-activating factor (PAF) disimpan
di dalam sel dalam bentuk prazat.
PAF disintesis oleh platelet, neutrofil,
monosit, sel mast, eosinofil dan sel mesangial
ginjal. PAF merupakan stimulator agregasi
platelet, agregasi leukosit polimorfonuklir
dan monosit, meningkatkan potensi LT,
pembebasan enzim lisosomal dan
superoksida, juga merupakan faktor
kemotaktik eosinofil, neutrofil dan monosit
(Campbell, 1991).
Proses Radang
Respons kardiovaskular pada proses radang
tergantung dari karakteristik dan
distribusi noksi. Dilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler di sekitar jaringan
yang mengalami pengaruh-pengaruh merusak
pada fase akut berlangsung cepat
dimulai 1 sampai 30 menit sejak terjadi
perubahan-perubahan pada jaringan dan
berakhir 15 sampai 30 menit dan
kadang-kadang sampai 60 menit (lnsel, 1991;
Melmon dan Morreli, 1978; Robins, 1974).
Volume darah yang membawa leukosit ke
daerah radang bertambah, dengan gejala
klinis di sekitar jaringan berupa rasa panas
dan warna kemerah-merahan (PGE2 dan PGI2).
Aliran darah menjadi lebih lambat,
?2003 Digitized by USU digital library
2
leukosit beragregasi di sepanjang dinding
pembuluh darah menyebabkan pembuluh
darah kehilangan tekstur. Peningkatan
permeabilitas kapiler disebabkan kontraksi
sel-sel endotel sehingga menirnbulkan
celah-celah bermembran. Permeabilitas
kapiler ditingkatkan oleh histamin,
serotonin, bradikinin, sistim pembekuan dan
komplemen dibawah pengaruh faktor Hageman
dan SRS-A. Larutan mediator dapat
mencapai jaringan karena meningkatnya
permeabilitas kapiler dengan gejala klinis
berupa udem (Korolkovas, 1988; Boyd, 1971;
Robins, 1974).
Fase radang sub-akut berlangsung lambat,
mulai dari beberapa jam sampai
beberapa hari misalnya karena pengaruh
noksi bakteri. Vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler masih berlangsung.
Karakteristik paling menonjol adalah
infiltrasi fagosit yaitu sel
polimorfonuklir dan monosit ke jaringan. Selain itu aliran
darah lambat, pendarahan dan terjadi
kerusakan jaringan yang ekstensif. Proses
fagosit mencapai daerah peradangan
dinamakan kemotaktik. Migrasi fagosit
diaktivasi oleh salah satu fragmen dari
komponen komplemen, untuk leukosit
polimorfonuklir yaitu C
3
a.
Selain itu LTB
4
dan
PAF ikut berperanan. Fagosit bergerak
pada permukaan sel endotel, pada ujung
depan mengecil dan memanjang sehingga
dapat memasuki antar sel endotel kemudian
melarutkan membran (diapedesis).
Fagosit melepaskan diri dari antar sel,
masuk ke jaringan dan berakumulasi (Insel,
1991; Melmon clan Morreli, 1978; Roitt, et
al, 1985). Fagosit yang mula-mula ke
luar dari dinding pembuluh darah adalah
leukosit polimorfonuklir yang menyerang
dan mencerna bakteri dengan cara
fagositosis. Disusul datangnya monosit
(makrofag) sebagai petugas pembersih,
mencerna leukosit polimorfonuklir dan sel
jaringan yang telah mati akibat toksin
bakteri. Pada radang kronik makrofag juga
ikut mencerna bakteri (Boyd, 1971).
Plasma darah setelah melewati dinding
pembuluh darah yang permeable
sifatnya berubah disebut limfe radang.
Leukosit dan limfe radang secara bersama
membentuk eksudat radang yang menimbulkan
pembengkakan pada jaringan. Rasa
sakit disebabkan tertekannya serabut syaraf
akibat pembengkakan jaringan. Selain
itu rasa sakit disebabkan bradikinin dan
PG. Kerusakan jaringan disebabkan
fagositosis, enzim lisosomal clan radikal
oksigen. Deman oleh pirogen endogen yang
dihasilkan adalah karena kerusakan sel
(Korolkovas, 1988; Boyd, 1971).
Mekanisme kerja
Asam arakidonat merupakan konstituen diet
pada manusia, sebagai salah
satu senyawa yang kehadirannya bersama diet
asarn linoleat. Asam arakidonat
sendiri oleh mernbran sel akan
diesterifikasikan menjadi bentuk fosfolipid dan
lainnya berupa kompleks lipid. Dalam
keadaan bebas tetapi dengan konsentrasi yang
sangat kecil asam ini berada di dalam sel.
Pada biosintesis eikosanoid, asarn
arakidonat akan dibebaskan dari sel
penyimpan lipid oleh asil hidrolase. Besar
kecilnya pembebasan tergantung dari
kebutuhan enzim pensintesis eikosanoid.
Kebutuhan ini ditentukan dari seberapa
besar respons yang diberikan terhadap
stimuli penyebab radang (Campbell, 1991).
Asam asetilsalisilat (aspirin) sebagai
prototip nonsteroidal anti-inflammatory
drugs (NSAID) merupakan analgetika
nonsteroid, non-narkotik (Reynolds, 1982).
Kerja utama asam asetilsaIisilat dan
kebanyakan obat antiradang nonsteroid lainnya
sebagai penghambat enzim siklooksigenase
yang mengakibatkan penghambatan
sintesis senyawa endoperoksida siklik PGG2
dan PGH2. Kedua senyawa ini
merupakan prazat semua senyawa
prostaglandin, dengan demikian sintesis
rostaglandin akan terhenti (Mutschler, 1991;
Campbell, 1991),
Asam asetilsalisilat (salisilat) tidak
menghambat metabolisme asam
arakidonat melalui alur lipoksigenase.
Penghambatan enzim siklooksigenase
kemungkinan akan menambah pembentukan
leukotrien pada alur lipoksigenase.
Kemungkinan ini dapat terjadi disebabkan
bertambahnya sejumlah asam arakidonat
dari yang seharusnya dibutuhkan enzim
lipoksigenase (Mutschler, 1991; Campbell,
1991). Selain sebagai penghambat sintesis
prostaglandin dari berbagai model
eksperimen yang telah dicoba kepada manusia
untuk tujuan terapeutik, NSAID
ternyata menunjukkan berbagai kerja lain
sebagai antiradang (Melmon dan Morreli,
1978).
Enersi yang dihasilkan dari oksidasi
makanan disimpan dalam bentuk ikatan
kimia pirofosfat. Hidrolisis ikatan fosfat
membebaskan enersi yang dipakai untuk
berfungsinya sel, misalnya pada sintesis
protein. Salisilat memecah mata rantai di
antara proses dimana enersi dihasilkan
melalui oksidasi dan membentuk coupling
dengan fosfat. Kerja salisilat ini disebut
uncoupling oksidatif fosforilasi (Melmon dan
Morreli, 1978). Asarn salisilat dapat
mempenetrasi membran sel yang membuat
intrasel menjadi asidosis. merusak sistim
enzim dan menimbulkan kerusakan pada
protein sitoplasma. Melalui penggabungan
dengan lisil, amin, tiol dan beberapa grup
lain, konsentrasi salisilat yang tinggi
berinterferensi dengan reaksi enzimatik yang
esensial pada perkenibangan proses radang
(Melmon dan Morreli. 1978). Salisilat
juga dapat menghambat nonspesifik
pembebasan mediator kimia yang memberi efek
perifer pada reaksi radang. Pembebasan
kinin dihambat melalui aktivasi kalikrein
oleh salisilat (Melmon dan Morreli, 1978).
Pembebasan bahan-bahan lisosomal yang
memberi kontribusi pada
peradangan dapat dicegah oleh salisilat
dengan menstabilkan membran lisosomal
(Melmon dan Morreli, 1978). Salisilat juga
mempengaruhi metabolisme jaringan ikat,
efek ini mungkin termasuk salah satu dari
aksi antiradang. Salisilat memberi efek
4
terhadap komposisi, biosintesis atau
metabolisme mukopolisakarida jaringan ikat
(Robins, 1974). Demam reumatik ada
hubungannya dengan proses imunologi.
Salisilat mampu menekan berbagai reaksi
antigen-antibodi, termasuk diantaranya
pengharnbatan produksi antibodi,
pengharnbatan agregasi antigen-antibodi dan
penghambatan antigen yang membebaskan
histamin. Salisilat juga menginduksi
nonspesifik stabilisasi penneabilitas
kapiler selama reaksi imun. Diperlukan
konsentrasi salisilat yang tinggi untuk
menghasilkan berbagai efek tersebut (Robins,
1974). Sebagai antiradang, salisilat (asam
asetilsalisilat) digunakan pada demam
rematik akut dan rheumatoid artritis
(Robins, 1974).
Obat antiradang nonsteroid menurut struktur
kimia dengan beberapa
pengecualian dapat dibagi dalarn delapan
golongan. (1) Turunan asam salisilat:
asam asetilsalisilat, diflunisal. (2)
Turunan pirazolon: fenilbutazon, oksifenbutazon,
antipirin, arninopirin, (3) Turunan
para-aminofenol: fenasetin. (4) Indometasin dan
senyawa yang masih berhubungan: indometasin
dan sulindak. (5) Turunan asam
propionat: ibuprofen, naproksen,
fenoprofen, ketoprofen, flurbiprofen. (6) Turunan
asam antranilat : asam flufenamat, asam
mafenamat. (7) Obat antiradang yang
tidak mempunyai penggolongan tertentu:
tolmetin, piroksikam, diklofenak, etodolak,
nebumeton, senyawa emas. (8) Obat pirro
(gout), kolkisin, alopurinol (Insel, 1991;
Reynolds, 1982).
Selain sebagai penghambat sintesis
prostaglandin, beberapa contoh kerja lain
NSAID adalah sebagai berikut. Fenilbutason
(reumatoid artritis, pirai akut, sinovitis,
ankilosing spondilitis dan osteoartritis),
mirip asam asetilsalisilat yaitu uncouple
oksidatif fosforilasi, interaksi dengan
protein selular, menghambat pembebasan
histamin, menghambat sintesis
mukopolisakarida, menstabilkan membran lisosomal
dan mengurangi respons terhadap enzim
lisosomal (lnsel, 1991; Melmon dan Morreli,
1978). Indometasin (reumatoid dan beberapa
tipe artritis termasuk pirai akut),
menghambat motilitas leukosit
polimorfonuklir, uncouple oksidatif fosforilasi dan
menghambat sintesis mukopolisakarida
(lnsel, 1991; Melmon clan Morreli, 1978).
Turunan asam propionat (reumatoid artritis,
osteoartritis dan ankilosing spondilitis),
beberapa diantaranya dapat menghambat
migrasi dan fungsi leukosit, khususnya
naproksen sangat potensial. Ketoprofen
dapat menstabilkan membran lisosomal dan
aksi antagonis terhadap bradikinin (lnsel,
1991). Piroksikam (reumatoid artritis,
osteoartritis), menghambat aktiviasi
neutrofil (lnsel, 1991). Diklofenak (rheumatoid
artritis, osteoartritis dan ankilosing
spondilitis), mengurangi konsentrasi intraselular
asam arakidonat bebas pada leukosit (lnsel,
1991).
NSAID yang khusus bekerja sebagai obat
pirai, bukan sebagai penghambat
sintesis prostaglandin. Kolkisin misalnya
terutama diduga bekerja sebagai
penghambat fungsi mikrotubule. Kerja lain
adalah berinterferensi dengan aktivitas
kalikrein, mencegah pembebasan histarnin in
vitro dan menghambat respirasi selular
dan motilitas leukosit polimorfonuklir
(Melmon dan Morreli, 1978).
Biosintesis eikosanoid ditingkatkan oleh
hormon, autakoid dan beberapa
substansi melalui interaksi reseptor
membran plasma yang membentuk coupling
guanin nukleotid dengan protein G pengikat.
Pembentukan coupling diaktivasi oleh
fosfolipase C, fosfolipase A
2
atau
meningkatnya konsentrasi Ca++ di sitosolik yang
dapat mengaktifkan ke dua enzim tersebut.
Stimuli fisik dipercaya sebagai penyebab
meningkatkan Ca++ yang berasal dari
kerusakan membran sel sehingga
mengakibatkan aktifnya fosfolipase A
2
. Fosfolipase A
2
kemudian menghindrolisis
ikatan sn-2 dari senyawa ester membran
fosfolipid dan dibebaskannya asam
arakidonat. Kerja obat antiradang
glukokortikoid menghambat enzim fosfolipase A
2
secara tidak langsung dengan menginduksi
sintesis protein G/lipokortin G (Campbell,
1991). Analog dengan glukokortikoid, asam
asetilsalisilat dapat menghambat
fosfolipase C tetapi tidak memberikan hasil
yang berarti terhadap pembebasan asam
arakidonat (Hirschelmann, 1991).
?2003 Digitized by USU digital library
5
Selain menghambat pembebasan asam
arakidonat yang mengakibatkan
terhambatnya sintesis prostaglandin dan
leukotrien, glukokortikoid juga
menghambat PAF, tumor nekrosis faktor (TNF)
clan interleukin-1 (IL-1). IL-1
mempunyai peranan penting pada aksi radang
antara lain menstimulasi PGE
2
dan
kolagenase, mengaktivasi limfosit T,
menstimulasi proliferasi fibroblast, kemotraktan
leukosit dan menyebabkan neurofilia.
Glukokortikoid juga menghambat
pembentukan aktivator plasminogen oleh
neutrofil (Hayes, 1991).
Glukokortikoid bersifat paliatif, digunakan
untuk menekan berbagai gejala
klinis pada proses radang yang disebabkan
dilatasi kapiler, udem, migrasi leukosit,
aktivitas fagosit dan sebagainya. Selain
itu glukokortikoid dapat mencegah
terjadinya perubahan-perubahan lanjutan
seperti proliferasi kapiler, fibroblast dan
kolagen. Glukokortikoid juga dapat
diberikan sebagai imunosupresan untuk menekan
gejala klinis pada reaksi imun. Pada
penyakit yang disebabkan infeksi bakteri
glukokortikoid hanya diberikan bersama
antibiotika atau khemoterapeutika. Sebagai
antiradang glukokortikoid digunakan pada
penyakit reumatik (demam reumatik akut
dengan karditis, artritis reumatoid,
poliartritis, osteo- artritis serta kolagenosis),
reaksi alergi, udem otak, tumor ganas,
radang pada kulit, mata, telinga dan
sebagainya. Termasuk obat antiradang
golongan glukokortikoid antara lain: kortison
hidrokortison, prednison, prednisolon,
triamsinolon, betametason, deksametason dan
sebagainya (Mutschler, 1991; Reynolds,
1982; Hayes, 1991).
0 komentar:
Posting Komentar