Definisi
Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) disebut juga Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar
periuretral prostat yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer
dan menjadi simpai bedah.
Anatomi Prostat
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang
dilapisi oleh kapsul fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika
urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan
berada di sebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat
normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex
kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm. Kelenjar
prostat terbagi menjadi 5 lobus :
1. lobus
medius
2. lobus
lateralis (2 lobus)
3.
lobus anterior
4.
lobus posterior
Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :
1. kapsul
anatomis
2. kapsul
chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya (outer
zone) sehingga terbentuk kapsul
3.
kapsul yang terbentuk dari
jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner zone) dan bagian luar (outer
zone) dari kelenjar prostat.
BPH sering
terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung banyak
jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior
daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering
terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior
kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar.10
1.
Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari
a. vesikalis inferior (cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media
(cabang dari a. mesenterium inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a.
iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk lewat basis prostat
di Vesico Prostatic Junction.
2. Persarafan
Sekresi dan motor yang
mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari Hipogastricus dan medula
sakral III-IV dari plexus sakralis.
Etiologi
Hingga sekarang masih
belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging/ penuaan.
Selain itu, bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa androgen dan estrogen
berperan sinergis dalam pembentukannya.
Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra
pars prostatika dan akan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli
harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang
terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam
fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan
ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan
pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli
ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung
terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat
jatuh ke dalam gagal ginjal.12
Selain itu, pembesaran kelenjar prostat ini bisa terjadi
karena adanya pengaruh hormonal. Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig
pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam
peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan
testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target
cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam
sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor
sitoplasma menjadi “hormone receptor complex”. Kemudian “hormone
receptor complex” ini mengalami transformasi reseptor, menjadi “nuclear
receptor” yang masuk ke dalam
inti yang kemudian melekat pada kromatin
dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintesis protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan
kelenjar prostat (Robbins, dkk, 2002).
Gambaran Klinis
Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada
saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.
1. Gejala
pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS)
terdiri atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif
disebabkan oleh penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat
yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan cukup
lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)
2. Pancaran
miksi yang lemah (weak stream)
3. Miksi
terputus (Intermittency)
4. Menetes
pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa
belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).
Gejala
iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna
pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena
pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering
berkontraksi meskipun belum penuh. Gejalanya ialah :
1. Bertambahnya
frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi
sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria
(Nyeri pada waktu miksi)
2.
Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan
akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala
obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan
tanda dari hidronefrosis) atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau
urosepsis.
3.
Gejala di luar saluran kemih
Timbulnya hernia inguinalis atau hemoroid karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal. 12
Penegakkan Diagnosis
Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan berbagai pemeriksaan awal dan
pemeriksaan tambahan. Jika fasilitas tersedia, pemeriksaan awal harus dilakukan
oleh setiap dokter yang menangani pasien BPH, sedangkan pemeriksaan tambahan
yang bersifat penunjang dikerjakan jika ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan
itu.
1. Anamnesis
Anamnesis itu meliputi :14
Ø
Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu
Ø
Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah
mengalami cedera, infeksi, atau pem-bedahan)
Ø
Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual
Ø
Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan
miksi
Ø
Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan
pembedahan.
Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya
gejala obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate
Symptom Score (IPSS).
2. Pemeriksaan fisik
Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan
pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, di samping pemeriksaan fisik
pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya distensi
buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan adanya
pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan
salah satu tanda dari keganasan prostat.14
3. Urinalisis
4. Pemeriksaan fungsi ginjal
5. Pemeriksaan PSA (Prostate
Specific Antigen)
PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi
bukan cancer specific.15 Serum PSA dapat dipakai untuk
meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi
berarti :
(a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat,
(b) keluhan akibat BPH/laju pancaran urin lebih jelek, dan
(c) lebih mudah terjadinya retensi urin akut19,20.
Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah :16
o 40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml
o 50-59 tahun:0-3,5 ng/ml
o 60-69 tahun:0-4,5 ng/ml
o 70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml
Sebagian besar guidelines yang disusun di berbagai negara
merekomendasikan pemeriksaan PSA sebagai salah satu pemeriksaan awal pada BPH,
meskipun dengan syarat yang berhubungan dengan usia pasien atau usia harapan
hidup pasien. Usia sebaiknya tidak melebihi 70-75 tahun atau usia harapan hidup
lebih dari 10 tahun, sehingga jika memang terdiagnosis karsinoma prostat
tindakan radikal masih ada manfaatnya.14
6. Catatan harian miksi (voiding
diaries)
7. Uroflometri
8. Uretrosistoskopi
Penatalaksanaan
1. Watchful waiting
Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya
tetap diawasi oleh dokter.14 Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk
pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak
menggangu aktivitas sehari-hari. Beberapa guidelines masih menawarkan watchful
waiting pada pasien BPH bergejala dengan skor sedang (IPSS 8-19). Pasien
dengan keluhan sedang hingga berat (skor IPSS > 7), pancaran urin melemah
(Qmax < 12 mL/detik), dan terdapat pembesaran prostat > 30 gram tentunya
tidak banyak memberikan respon terhadap watchful waiting. Pada watchful
waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan
mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya jangan
banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, kurangi konsumsi
makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat),
batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi
makanan pedas dan asin, dan jangan menahan kencing terlalu lama. Setiap 6
bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan diperiksa tentang perubahan
keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju pancaran urin, maupun volume residual
urin. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu difikirkan
untuk memilih terapi yang lain.17
2. Medikamentosa
Jenis obat yang digunakan adalah :18
·
Antagonis adrenergik reseptor α yang dapat berupa:
1) Preparat non selektif: fenoksibenzamin
2) Preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan
indoramin
3) Preparat selektif dengan masa kerja
lama: doksazosin, terazosin,
dan tamsulosin
·
Inhibitor 5 α redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride
a. Antagonis reseptor
adrenergik-α
Pengobatan dengan antagonis adrenergik α bertujuan menghambat kontraksi
otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan
uretra. Fenoksibenzamine adalah obat antagonis adrenergik-α non selektif yang pertama
kali diketahui mampu memper-baiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan
miksi.
b. Inhibitor 5 α-redukstase
Finasteride adalah obat inhibitor 5-α reduktase pertama yang dipakai
untuk mengobati BPH. Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron, yang dikatalisis oleh enzim 5 α- redukstase
di dalam sel-sel prostat. Beberapa uji klinik menunjukkan bahwa obat ini mampu menurunkan
ukuran prostat hingga 20-30%, meningkatkan skor gejala sampai 15% atau skor AUA
hingga 3 poin, dan meningkatkan pancaan urin. Efek maksimum finasteride dapat
terlihat setelah 6 bulan.14
c.
Terapi intervensi pembedahan
Sampai saat ini solusi terbaik pada BPH yang telah mengganggu adalah
pembedahan, yakni mengangkat bagian kelenjar prostat yang menyebabkan
obstruksi. Guidelines di beberapa
negara juga menyebutkan bahwa terapi pembedahan diindikasikan pada BPH yang
telah menimbulkan keluhan sedang hingga berat, tidak menunjukkan perbaikan
setelah pemberian terapi non bedah, dan pasien yang menolak pemberian terapi medikamentosa.14
0 komentar:
Posting Komentar