INTERAKSI HORMONAL DAN
KUALITAS KEHIDUPAN PADA WANITA
Dr.Mgs. H. Usman Said, SpOG(K)
Subunit immunoendokrinologi reproduksi
Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI/ RSMH Palembang
I. PENDAHULUAN
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1997 mencapai 201,4 juta dengan 100,9 juta orang wanita. Jumlah wanita berusia di atas 50 tahun mencapai 14,3 juta orang. Pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia mencapai 203,46 juta orang, yang terdiri dari 101,64 juta laki-laki dan 101,81 juta perempuan. Di samping itu, berkat pembangunan di bidang kesehatan, angka harapan hidup perempuan dan laki-laki Indonesia juga meningkat. Di satu segi kita patut gembira karena usia harapan hidup perempuan dan laki-laki meningkat, namun di segi lain mereka harus melewati usia tua dengan berbagai masalah kesehatan dari dampak kekurangan hormon estrogen dan androgen. Bagi wanita begitu memasuki usia menopause timbullah berbagai macam keluhan yang sangat menganggu dan beberapa tahun setelah menopause, angka kejadian patah tulang, penyakit jantung koroner, stroke, demensia, dan kanker usus besar meningkat. Karena memang keluhan muncul pada perempuan tersebut kebanyakan disebabkan karena kekurangan hormon estrogen, maka dengan sendirinya pengobatan yang tepat adalah dengan pemberian estrogen, yang dikenal dengan istilah terapi sulih hormon (HRT).
Pada wanita, endokrinologi reproduksi perlu ditinjau menurut kronologi masa kehidupannya, yang meliputi masa intrauterin, masa bayi, masa anak, masa prapubertas dan remaja, masa reproduksi, serta masa klimakterium dan senium.
II. PERIODE KEHIDUPAN
A. Masa intrauterin
B. Masa bayi dan prapubertas
C. Masa pubertas
D. Masa reproduksi
E. Masa klimakterium dan senium
A. Masa intrauterin
Pertumbuhan ovarium pada masa prenatal ini terutama dikendalikan oleh FSH janin, dan FSH ini Dibentuk oleh adenohipofisis janin dalam jumlah cukup besar antara minggu ke 16-24 kehamilan. Pada masa ini perkembangan oosit diovarium janin berhenti pada tahap profase,
yaitu saat usia kehamilan lebih dari 17 minggu. Jumlah folikel waktu lahir kira-kira 500.000 sampai 700.000 dan akan terus berkurang. Dengan bermulanya pubertas, terjadilah proses siklik pada seorang wanita. Melalui perubahan-perubahan tertentu pada proses ovulasi, maka dari sekian banyak folikel tersier yang terbentuk dalam siklus itu, hanya satu yang mencapai ovulasi, yaitu yang paling jauh berkembang, sedangkan yang lain kelak mengalami atresia. Jika ada kelainan pertumbuhan dapat menimbulkan dampak, seperti hormonal. Seperti pada bayi dengan anensefalus dapat menimbulkan postterm karena terjadi defisit 16 α-hidroksi DHEA Sulfat yang merupakan prekursor estrogen, sehingga ratio estrogen / progesteron berkurang, begitu juga pada janin yang mengalami hipoplasia renal janin, penyakit herediter X-linked. Pada ibu yang kadar progesteron yang rendah dapat menimbulkan prematur atau dismatur.
B. Masa bayi dan prapubertas
Selama masa intrauterin, janin telah mendapat pengaruh rangsangan estrogen, progesteron dan gonadotropin, sehingga ketika bayi wanita lahir telah terlihat adanya pembesaran payudara dan uterus. Mukosa vagina dan endometrium memperlihatkan gambaran proliferasi. Epitel vagina mengandung glikogen dalam jumlah besar. Zalir vagina menunjukkan nilai pH 4,5-5 mirip nilai pH pada wanita usia reproduksi. Setelah bayi wanita lahir, pengaruh estrogen dan progesterone dari plasenta terputus, sehingga pada usia 2-4 hari FSH dan LH meningkat kembali dan ini akan berangsur-angsur menurun lagi sampai anak berumur 4 tahun.
Pada tingkat awal pertumbuhan genitalia (umur 1-8 tahun) kadar gonadotropin dan steroid seks dalam darah serta urin sangat rendah. Pada umur 3-7 tahun masih dijumpai FSH, LH dan estrogen dalam serum. Tingkat kematangan gonad dan organ genitalia tidah berubah nyata sampai usia pubertas. Hingga kini belum seluruhnya diketahui faktor apa saja yang dapat menjadi pencetus pertumbuhan alat genitalia pada seorang anak. Pertumbuhan itu diperkirakan diakibatkan oleh adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada reseptor-reseptor di hipotalamus. Steroid seks yang berasal dari adrenal maupun ovarium membuat reseptor-reseptor hipotalamus menjadi peka, sehingga memudahkan pengeluaran FSH dari hipofisis anterior. Kemudian FSH membangkitkan pematangan pematangan folikel, yang berakibat pada peningkatan sekresi estrogen. Dimulainya sekresi estrogen menjadi tanda awitan proses pubertas seorang wanita. Selanjutnya produksi estrogen terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada umur 10-11 tahun payudara mulai berkembang, dan ini dikenal sebagai telars (telarche). Pertumbuhan payudara yang sempurna akan berakhir pada 2-4 tahun pascamenars.
Estrogen yang terbentuk itu selain menyebabkan penumpukan lemak di paha, payudara dan otot-otot lainnya, juga menyebebkan pertumbuhan tulan-tulang panggul. Pertumbuhan tulang-tulang yang lain dipicu oleh androgen yang berasal dari adrenal.
C. Masa pubertas
Pubertas umur 12-15 tahun menggambarkan fase peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada umur 12 tahun kelenjar adrenal mulai aktif menghasilkan hormon. Peningkatan pengeluaran androgen menyebabkan pembentukan rambut pubis atau pubars (pubarche), yang 6-12 bulan kemudian disusul dengan pembentukan rambut ketiak. Selain itu pada umur 12 tahun ini juga mulai terjadi pigmentasi putting dan proliferasi mukosa vagina. Vagina terlihat memanjang dan melebar, epitel vagina mengandung banyak glikogen, dan pH zalir vagina berkisar antara 4,5-5.
Perdarahan pertama dari uterus yang terjadi pada seorang wanita disebut sebagai menars (menarche), dan biasanya rata-rata terjadi pada umur 11-13 tahun. Hipotalamus memproduksi gonadotropin releasing hormone (GnRH) yang akan merangsang pituitary anterior untuk meningkatkan produksi gonadotropin yaitu luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH). Selanjutnya gonadotropin akan merangsang produksi hormon seks oleh gonad (estrogen, progesterone, dan androgen). Pada perempuan, LH dan FSH secara bersama-sama berperan dalam hormogenesis namum FSH mempunyai peran lebih besar terhadap maturasi ovarium.
Hal ini disebabkan oleh rendahnya hipofisis terhadap GnRH serta adanya penekanan maksimum hipotalamus (gonadostat). Selanjutnya, saat yang tepat bermulanya tanda pubertas secara endokrinologis tidak dapat diketahui, tetapi pada wanita umur 6-8 tahun ternyata yang pertama kali meningkat adalah hormon steroid (DHEA). Kemudian FSH meningkat bersamaan, sedangkan estradiol (E2) dan LH tidak meningkat sampai usia 10-12 tahun. Jika dianggap tanda bermulanya pubertas disebabkan oleh hormon DHEA, maka peranannya terletak pada adrenal.
Perubahan yang ditunjukkan oleh peningkatan kadar estradiol itu adalah berkembangnya seks sekunder, uterus, vagina, rambut pubis, tulang pelvis, dan yang lebih menonjol lagi ialah satu tahun sebelum menars terjadi perubahan pigmen pada areola payudara, putting susu, dan labia. Akhirnya peningkatan estradiol akan diikuti oleh mekanisme umpan balik yang menyebabkan turunnya kadar E2 dan terjadinya perdarahan lucut akibat deskuamasi endometrium, yang berwujud sebagai haid pertama (menars). Di pihak lain, peningkatan estradiol tadi akan menyebabkan terciptanya pola sekresi GnRH dewasa yang akhirnya mengarah ke pola siklus haid pertama. Tahapan perkembangan fisik pada wanita dimulai dengan telars serta puber yang berlangsung 2-4 tahun dan akhirnya menars, yang terjadi pada usia 12-14 tahun (rata-rata 12,5 tahun). Timbulnya menars pada seorang wanita tidak serta merta menggambarkan kemampuannya untuk bereproduksi. Beranjak dari menars, seorang wanita akan menjalani fase tanpa ovulasi, yaitu masa remaja steril yang berlangsung selama kurang lebih 3 tahun, dan kemudian disusul oleh masa nubile atau masa remaja fertile. Pada masa nubile sudah terjadi ovulasi dan fase lutealnya sudah dijumpai progesterone. Ini merupakan pertanda sudah terjadinya kematangan sistem poros endokrin. Pada anak perempuan, tanda pubertas pertama yang tampak adalah peningkatan kecepatan tumbuh yang mengawali fase pacu tumbuh (growth spurt), namun hal ini sulit. Sehingga perkembangan payudara (telars) adalah tanda pubertas yang mudah diperiksa.
Gambaran estrogenik lain pada masa pubertas meliputi pembesaran labia minora dan mayora, penumpulan mukosa vagina, produksi sekresi vagina yang berwarna agak keputihan yang menunjukkan awal menars. Ukuran dan bentuk uterin mengalami perubahan akibat stimulasi estrogen yang memanjang.
Pada masa pubertas ini dapat timbul kelainan-kelainan seperti pubertas prekoks atau pubertas tarda (delayed puberty). Dikatakan pubertas prekoks bila telars, puber atau menars terjadi sebelum usia 8 tahun. Bila penyebabnya di gonad disebut sebagai pubertas prekoks isoseksual, sedangkan bila disebabkan oleh sindroma adrenogenital disebut sebagai heteroseksual pubertas prekoks. Pubertas prekoks dibagi dalam 2 bentuk yakni pubertas prekoks lengkap dan tidak lengkap.
Pubertas prekoks lengkap, tanda/gambaran seksual muncul lebih awal namun urutannya tetap normal. Poros hipotalamus-hipofise biasanya normal. Ovulasi tetap terjadi, bahkan dapat hamil. Pubertas prekoks jenis ini 80-90% belum diketahui penyebabnya. Pubertas prekoks tidak lengkap, kemungkinan penyebabnya ialah tumor di ovarium yang menghasilkan hormon seperti tumor sel teka, tumor sel granulosa, dan disgerminoma.
Dikatakan pubertas tarda bila seseorang wanita telah mencapai usia 18 tahun namun belum juga mendapat haid. Batasan lain secara lebih khusus pada anak perempuan apabila belum ada perkembangan payudara setelah 5 tahun menars, atau belum menars pada usia 16 tahun (amenore primer). Pubertas tarda pada umumnya disebabkan oleh gangguan di hipothalamus. Dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik, kurang gizi, atau gangguan pada fungsi kelenjer endokrin lain. Berbagai penyebab lain keterlambatan pubertas antara lain kelainan yang disebabkan oleh lesi hipothalamus, lesi di pituitari, dan lesi di gonad antara lain yang bersifat kongenital, tumor, kista, penyakit granulomatosa, trauma. Dikatakan hypogonadotropic hypogonadism apabila terjadi defek sentral pada aksis hipothalamus-pituitari sehingga terjadi penurunan atau tidak adanya kemampuan hipotalamus untuk mensekresi GnRH atau kemampuan mensekresi LH dan FSH oleh pituitari.
D. Masa reproduksi
Pada keadaan normal, masa reproduksi dimulai ketika siklus haid ovulatorik. Masa ini ditandai dengan pematangan folikel, ovulasi, dan pembentukan korpus luteum. Lamanya masa reproduksi sangat bergantung pada cadangan folikel yang masih tersedia dalam ovarium.
1. Pengaturan sistem reproduksi wanita dengan siklus haid ovulatorik
Fungsi reproduksi wanita yang normal, secara berkala dikendalikan oleh hormon yang dihasilkan oleh ovarium. Folikel de Graaf merupakan tempat pembuatan hormon steroid seks yang sangat penting pada wanita. Dengan bermulanya pubertas, terjadiah proses siklik pada seorang wanita melalui perubahan-perubahan tertentu pada proses ovulasi.
Pertama-tama terjadi pematangan folikel yang kemudian diikuti dengan ovulasi dan pembentukan sebuah organ endokrin baru yaitu korpus luteum.
Fase pertama siklus haid disebut sebagai fase folikuler (fase proliferasi) sedangkan fase kedua disebut sebagai fase luteal (fase sekresi). Fase folikuler dipengaruhi oleh estrogen, dan fase luteal dipengaruhi oleh progesterone. Fungsi ovarium dan siklus haid tersebut diatur oleh lingkaran pengaturan autonom yang relatif tertutup, terdiri dari hipotalamus, hipofisis anterior, dan ovarium.
2. Siklus haid
Selama satu siklus haid, maka pada ovarium, uterus dan serviks terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut :
Hari pertama, mulai perdarahan haid, lamanya kurang lebih 2 hingga 6 hari. Hari ke 5-14 merupakan fase folikuler atau fase proliferasi, yang dimulai setelah perdarahan berakhir dan berlangsung sampai saat ovulasi. Fase ini berguna untuk menambahkan endometrium agar siap menerima ovum yang telah dibuahi, sebagai persiapan suatu kehamilan. Pada fase ini, di dalam ovarium terjadi pematangan folikel.
Akibat pengaruh FSH, folikel tersebut akan mengahsilkan estradiol dalam jumlah besar. Mulut serviks kecil dan tertutup, getahnya dapat ditarik seperti benang (Spinbar-keit). Pembentukan estradiol akan terus meningkat sampai saat akan terjadinya ovulasi (kira-kira hari ke 13). Setelah itu kadar estradiol turun lagi dan pada fase sekresi meningkat lagi untuk kedua kalinya.
Peningkatan estradiol ketika akan terjadi ovulasi mengakibatkan terjadinya pengeluaran LH yang banyak (umpan balik positif dari estradiol). Puncak LH ini akan memicu ovarium dan terjadilah ovulasi pada hari ke 14 (beragam).
Hari ke 14-28 merupakan fase luteal atau fase sekresi, yang memiliki ciri khas, yaitu terbentuknya korpus luteum dan penebalan kelenjar endometrium. Pengaruh progesterone terhadap endometrium paling kentara pada hari ke 22, yaitu pada saat ovulasi seharusnya terjadi. Peningkatan progesterone sesudah ovulasi akan menghambat sekresi FSH dari hipofisis, sehingga pertumbuhan folikel selama fase luteal akan terhambat pula.
Kejadian sindroma ovarium polikistik cukup tinggi pada wanita usia reproduksi, namun penyebabnya yang pasti hingga kini belum diketahui dengan pasti. Sindroma ovarium polikistik ini erat kaitannya dengan peristiwa anovulasi. Baku emas untuk menegakkan diagnosis sindroma ovarium polikistik ialah dengan laparoskopi. Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologik yang dewasa ini banyak mendapat perhatian para ahli. Pertumbuhan endometriosis sangat dipengaruhi oleh hormon steroid terutama estrogen. Nyeri pelvik, nyeri haid, dan infertilitas erat kaitannya dengan endometriosis.
E. Masa klimakterium dan senium
Klimakterium adalah masa yang bermula dari akhir tahap reproduksi, berakhir pada awal senium dan terjadi pada wanita berumur 40-65 tahun. Masa ini ditandai dengan berbagai macam keluhan endokrinologis dan vegetatif. Keluhan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya fungsi ovarium. Gejala menurunnya fungsi ovarium adalah henti haid pada seorang wanita yang dikenal sebagai menopause. Kurun waktu 4-5 tahun sebelum menopause disebut masa pramenopause, sedangkan kurun waktu 3-5 tahun setelah menopause disebut sebagai masa pascamenopause. Masa pramenopause, menopause, dan pascamenopause dikenal sebagai masa klimakterium sedangkan keluhan-keluhan yang terjadi pada masa tersebut disebut sebagai sindrom klimakterik.
Etiologi dan gambaran klinis
Pertama-tama terjadi kegagalan fungsi korpus luteum. Kemudian, turunnya produksi steroid ovarium menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus. Keadaan ini meningkatkan produksi FSH dan LH. Dari kedua gonadotropin itu, ternyata yang paling mencolok peningkatannya adalah FSH. Oleh karena itu, peningkatan kadar FSH merupakan petunjuk hormonal yang paling baik untuk mendiagnosis sindrom klimakterik.
Secara endokrinologis, masa klimakterium ditandai oleh turunnya kadar estrogen dan meningkatnya pengeluaran gonadotropin. Gambaran klinis dari defisiensi estrogen dapat berupa gangguan neurovegetatif, gangguan psikis, gangguan somatik dan gangguan siklus haid. Gangguan neurovegetatif yang disebut juga gangguan vasomotorik dapat muncul sebagai gejolak panas (hot fushes), keringat banyak, rasa kedinginan, sakit kepala, desing dalam telinga, tekanan darah yang goyah, berdebar-debar, susah bernafas, jari-jari atrofi dan gangguan usus. Gangguan psikis muncul dalam bentuk mudah tersinggung, depresi, kelelahan, semangat berkurang, dan susah tidur. Gangguan somatic, selain gangguan haid atau amenorea, mencakup pula kolpitis atrofikans, ektropium uretra, inkontinensia urin, disuria, desensus, prolaps, penyakit kulit klimakterik, osteoporosis, arthritis, aterosklerosis, sklerosis koroner, dan adipositas.
III. PENGENALAN GEJALA AWAL GANGGUAN
1. Prediksi dini lewat anamnesa khusus
a. Sindroma klimakterik
Lebih kurang 70% wanita peri dan pascamenopause mengalami keluhan vasomotorik, depresif, dan keluhan psikis dan somatik lainnya. Berat atau ringannya keluhan berbeda-beda pada setiap wanita. Keluhan-keluhan tersebut mencapai puncaknya sebelum dan sesudah menopause, dan dengan meningkatnya usia, keluhan-keluhan tersebut makin jarang ditemukan.
Pada wanita pascamenopause dijumpai pula kelainan pada kulit berupa kulit menipis, keriput, gatal-gatal, kuku rapuh dan berwarna kuning, mulut kering, dan lidah seperti terbakar. Keluhan lain adalah mata kering dan kesulitan menggunakan kontak lensa, rambut menipis dan sering ditemukan tumbuhnya rambut di sekitar bibir, hidung, dan telinga. Keluhan urogenital dapat berupa nyeri senggama, vagina kering, keputihan, perdarahan pascasenggama, infeksi saluran kemih berulang, gatal pada vagina/vulva, iritasi, prolapsus uteri/vagina, dan inkontinensia urin.
b. Usia
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan usia, yaitu antara 40-65 tahun. Setelah itu perlu ditanyakan pola haid wanita tersebut untuk mengetahui apakah wanita tersebut berada pada usia premenopause, perimenopause, menopause, atau pascamenopause. Ditanyakan juga mengenai keluhan yang muncul. Keluhan vasomotorik tampil berupa semburan panas (hot flushes) yang dirasakan mulai di bagian dada menjalar ke leher dan kepala. Kulit di daerah tersebut terlihat kemerahan. Segera setelah timbul semburan panas, daerah yang terkena semburan panas tersebut mengeluarkan banyak keringat. Wanita mengeluh jantung berdebar-debar, sakit kepala, dan perasaan kurang nyaman dan selalu ingin berada di tempat dingin.
Keluhan lain adalah keluhan psikologik berupa perasaan takut, gelisah, mudah tersinggung, lekas marah, sulit berkonsentrasi, perubahan perilaku, depresi, dan gangguan libido. Pada sistem urogenital muncul keluhan nyeri sanggama, vagina kering, keputihan, infeksi, perdarahan pascasanggama, infeksi saluran kemih, gatal-gatal pada vulva/vagina. Pada pascamenopause ditemukan prolapsus uteri dan vagina, nyeri berkemih dan inkontinensia urin. Kulit menjadi kering dan menipis, gatal-gatal, keriput, kuku rapuh dan berwarna kunig. Tulang-tulang dan otot terasa nyeri. Mata kering, sulit menggunakan kontak lensa. Muncul keluhan oral discomfort, berupa mulut kering yang persisten, rasa terbakar atau panas, ulserasi di rongga mulut dan gangguan pengecapan. Selain itu, akibat terjadinya osteoporosis pada tulang, maka gigi mudah rontok. Dampak jangka panjang kekurangan estrogen adalah meningkatnya kejadian osteoporosis, demensia, penyakit jantung koroner, stroke dan kanker usus besar.
2. Prediksi dini pemeriksaan hormonal
Pemeriksaan hormonal FSH, LH dan estradiol tidaklah mutlak. Dari usia dan keluhan yang muncul telah dapat ditegakkan diagnosis. Bila pasien tidak haid > 6 bulan pada umumnya kadar FSH dan LH tinggi, dan kadar estradiol sudah rendah. Analisa hormonal baru dilakukan bila keluhan yang muncul diragukan akibat kekurangan estrogen. Pada usia pre dan perimenopause, hormon yang diperiksa adalah FSH, LH, dan estradiol. Tidak jarang pada keadaan seperti ini ditemukan FSH, LH, dan estradiol yang tinggi, namun pasien sudah merasakan adanya keluhan. Keluhan vasomotorik sering dijumpai pada kadar estrogen yang tinggi. Meskipun kadar estrogen tinggi, namun karena pasien telah merasakan adanya keluhan maka pasien tetap diberikan pengobatan. Mungkin sajaditemukan kadar FSH, LH dan estradiol normal, tetapi pasien telah merasakan adanya keluhan. Pada keadaan seperti inidianjurkan pemeriksaan T3, T4, dan TSH, karena baik hipertiroid maupun hipotiroid dapat menimbulkan keluhan mirip dengan keluhan klimakterik. Bila ternyata pemeriksaan T3, T4, dan TSH normal, maka kemungkinan besar terjadi fluktuasi estradiol dalam darah.
Pada wanita pascamenopause atau menopause prekok cukup diperiksa FSH dan estradiol (E2) darah, dan kadar FSH biasanya sudah > 35 mIU/ml dan kadar estradiol sudah berada < 30 pg/ml.
3. Prediksi dini dengan alat canggih
a. Densitometer
Pemeriksaan densitometer hanya dilakukan pada wanita dengan factor resiko osteoporosis, seperti menopause dini, pascamenopause, telat datangnya menars, kurus, kurang olah raga, kurang bergerak, merokok, banyak minum kopi, minuman bersoda dan alcohol, diet rendah kalsium, nyeri tulang, penggunaan kortikosteroid jangka panjang dan hipertiroid.
Tulang dan kulit merupakan organ yang kandungan kolagen cukup banyak. Hilangnya kandungan kolagen kulit pada wanita pascamenopause mencapai rata-rata 2% per tahun. Kehilangan kolagen ini paralel dengan hilangnya massa tulang. Kandungan kolagen dapat dipakai untuk mendiagnosis osteoporosis. Dewasa ini telah tersedia USG transdermal yang dapat mengukur ketebalan kulit wanita pascamenopause.
b. Pengukuran ketebalan (densitas) mineral tulang
Melihat langsung densitas tulang merupakan tindakan diagnostik yang sangat penting dan sangat dianjurkan bagi wanita dengan faktor resiko. Selain itu, tindakan diagnostik juga diperlukan untuk melihat hasil pengobatan yang sedang atau yang telah dilakukan. Tidak dianjurkan pemeriksaan densitas tulang rutin tanpa indikasi yang jelas.
IV. PERKEMBANGAN MUTAKHIR DI BIDANG HORMONAL Mengingat banyaknya kendala dalam pemakaian terapi sulih hormon seperti takut terkena kanker payudara, harus digunakan jangka panjang, banyaknya efek samping dan harga yang mahal, maka perlu dicari alternatif lain sebagai pangganti TSH yang dapat memenuhi criteria alami, murah, berasal dari tanaman, efektif, dan dapat diterima oleh wanita menopause. Alternatif tersebut ialah fitoestrogen, yang banyak ditemukan dalam makanan maupun yang banyak ditemukan pada beberapa tanaman di Indonesia. Struktur kimia fitoestrogen sebagian besar bukan steroid sedangkan estrogen umumnya adalah steroid. Fitoestrogen terdiri dari isoflavon (genistein, daidzein, dan glycetein), coumestan (coumesterol) dan lignan.
Isoflavon banyak ditemukan dalam legumes (tumbuhan polong terutama kedelai dengan produk olahannya susu, tofu, tempe, dan miso), lignan dalam buah-buahan, sayuran biji-bijian (sereal), coemestan dalam red clover dan tauge.
Hingga kini penelitian efek pemberian fitoestrogen terhadap wanita menopause masih sedikit. Di negara-negara Asia angka kejadian keluhan vasomotorik, kanker payudara, kanker prostat, osteoporosis, dan penyakit jantung lebiha rendah dibandingkan dengan orang Amerika. Hal ini dikarenakan orang-orang Asia banyak mengkonsumsi makanan mengandung fitoestrogen.
Yang terbaru dan sekarang telah banyak digunakan adalah ditemukannya estrogen sintetik yaitu tibolon (Livial) yang sangat efektif dalam mengatasi keluahan menopase seperti hot flushes. Disamping itu juga dapat meningkatkan mood dan libido serta memperbaiki seksual well-being. Selain itu dapat mencegah osteroporosis dan dapat meningkatkan densitas massa tulang wanita osteoporosis.
V. RUJUKAN
1. Baziad A, Endokrinologi ginekologi. Edisi kedua. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas kedokteran Universitas Indonesia; 2003; 65-67.
2. Sastrawinata S.Wanita dalam berbagai masa kehidupan.Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T.Ilmu kandungan.Edisi kedua.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;1994:125-128
3. Speroff L, Glass RH, Kasen NG. Clinical gynecologic endocrinology and infertility 5 th ed. Baltimore-London: William and wilkins, 1994: 360-391
4. Baziad A. Menopause dan andropause. Edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2003; 1-7.
0 komentar:
Posting Komentar