Minggu, 17 Februari 2013

Gastritis

Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Lindseth dalam Prince (2005: 422), gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. 
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Brunner, 2000 : 187). 
Dari defenisi-defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya gastritis.
 
Gastritis Akut 
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan sembuh sempurna (Prince, 2005: 422). Gastritis akut terjadi akibat respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan. Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi yang mengakibatkan obstruksi pylorus (Brunner, 2000).Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi drosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut .

Fisiologi Lambung 
Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti kantung, dapat berdilatasi, dan berfungsi mencerna makanan dibantu oleh asam klorida (HCl) dan enzim-enzim seperti pepsin, renin, dan lipase. Lambung memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi, yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan, sekresi mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung serta sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin. Fungsi motorik lambung terdiri atas penyimpanan makanan sampai makanan dapat diproses dalam duodenum, pencampuran makanan dengan asam lambung, hingga membentuk suatu kimus, dan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Prince, 2005). 
Lambung akan mensekresikan asam klorida (HCl) atau asam lambung dan enzim untuk mencerna makanan. Lambung memiliki motilitas khusus untuk gerakan pencampuran makanan yang dicerna dan cairan lambung, untuk membentuk cairan padat yang dinamakan kimus kemudian dikosongkan ke duodenum. Sel-sel lambung setiap hari mensekresikan sekitar 2500 ml cairan lambung yang mengandung berbagai zat, diantaranya adalah HCl dan pepsinogen. HCl membunuh sebagian besar bakteri yang masuk, membantu pencernaan protein, menghasilkan pH yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta merangsang empedu dan cairan pankreas. Asam lambung cukup pekat untuk menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada orang normal mukosa lambung tidak mengalami iritasi atau tercerna karena sebagian cairan lambung mengandung mukus, yang merupakan faktor perlindungan lambung (Ganong, 2001). 
Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon. Sistem saraf yang bekerja yatu saraf pusat dan saraf otonom, yakni saraf simpatis dan parasimpatis. Adapun hormon yang bekerja antara lain adalah hormon gastrin, asetilkolin, dan histamin. Terdapat tiga fase yang menyebabkan sekresi asam lambung. Pertama, fase sefalik, sekresi asam lambung terjadi meskipun makanan belum masuk lambung, akibat memikirkan atau merasakan makanan. Kedua, fase gastrik, ketika makanan masuk lambung akan merangsang mekanisme sekresi asam lambung yang berlangsung selama beberapa jam, selama makanan masih berada di dalam lambung. Ketiga, fase intestinal, proses sekresi asam lambung terjadi ketika makanan mengenai mukosa usus. Produksi asam lambung akan tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu makan sehingga produksi lambung terkontrol (Ganong, 2001).
 
Manifestasi Klinis 
Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, tanpa riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu (Suyono, 2001).
Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi, ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi muntah, serta cegukan beberapa pasien adalah asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi jika makanan pengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi jika sudah mencapai usus besar, pasien biasanya sembuh kira-kira dalam sehari meskipun nafsu makan kurang atau menurun selama 2 sampai 3 hari.
 
Komplikasi Gastritis 
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), komplikasi yang timbul pada gastritis, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, berakhir dengan syok hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi. 
Jika dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus peptikum dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung (Prince, 2005).
Kebanyakan kanker lambung adalah adenocarcinoma, yang bermula pada sel-sel kelenjar dalam mukosa. Adenocarcinoma tipe 1 biasanya terjadi akibat infeksi Helicobacter pylori. Kanker jenis lain yang terkait dengan infeksi akibat Helicobacter pylori adalah MALT (mucosa associated lyphoid tissue) lymphomas, kanker ini berkembang secara perlahan pada jaringan sistem kekebalan pada dinding lambung. Kanker jenis ini dapat disembuhkan bila ditemukan pada tahap awal  .
 
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa gastritis, dilakukan dengan berbagai  macam tes, diantaranya :
1.      Tes Darah
Tes darah untuk melihat adanya antibodi terhadap serangan Helicobacter pylori. Hasil test yang positif menunjukkan  bahwa seseorang pernah mengalami kontak dengan bakteri Helicobacter pylori dalam hidupnya, tetapi keadaan tersebut bukan berarti seseorang telah terinfeksi Helicobacter pylori. Tes darah juga dapat digunakan untuk mengecek terjadinya anemia yang mungkin saja disebabkan oleh perdarahan karena gastritis (Anonim, 2010).
2.      Breath Test
Test ini menggunakan tinja sebagai sampel dan ditujukan untuk mengetahui apakah ada infeksi Helicobacter pylori dalam tubuh seseorang.
3.      Stool Test
Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya Helicobacter pylori dalam sampel tinja seseorang. Hasil test yang positif menunjukkan orang tersebut terinfeksi Helicobacter pylori. Biasanya dokter juga menguji adanya darah dalam tinja yang menandakan adanya perdarahan dalam lambung karena gastritis.
4.      Rontgen
Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang dapat dilihat dengan sinar X. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan rontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen.
5.      Endoskopi
Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang mungkin tidak dapat dilihat dengan sinar X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimatirasakan (anestesi), sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop (Anonim,2010).


 

0 komentar:

Posting Komentar

Resources

Search