Kamis, 03 Januari 2013

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)



Definisi

 
Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) disebut juga Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.


Anatomi Prostat
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada di sebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm. Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :
1.      lobus medius
2.      lobus lateralis (2 lobus)
3.      lobus anterior
4.      lobus posterior
Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :
1.      kapsul anatomis
2.      kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul
3.      kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar.10
1.      Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior (cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction.
2.      Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.

Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging/ penuaan. Selain itu, bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa androgen dan estrogen berperan sinergis dalam pembentukannya.



Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.12
Selain itu, pembesaran kelenjar prostat ini bisa terjadi karena adanya pengaruh hormonal. Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi “hormone receptor complex”. Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami transformasi reseptor, menjadi “nuclear receptor” yang masuk ke dalam inti yang kemudian melekat pada kromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintesis protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat (Robbins, dkk, 2002).

Gambaran Klinis

Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.
1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :
1.      Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)
2.      Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
3.      Miksi terputus (Intermittency)
4.      Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5.      Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejalanya ialah :
1.      Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2.      Nokturia
3.      Miksi sulit ditahan (Urgency)
4.      Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis) atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.
3. Gejala di luar saluran kemih
Timbulnya hernia inguinalis atau hemoroid karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal. 12


Penegakkan Diagnosis

Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan berbagai pemeriksaan awal dan pemeriksaan tambahan. Jika fasilitas tersedia, pemeriksaan awal harus dilakukan oleh setiap dokter yang menangani pasien BPH, sedangkan pemeriksaan tambahan yang bersifat penunjang dikerjakan jika ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan itu.

1.      Anamnesis
Anamnesis itu meliputi :14
Ø  Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu
Ø  Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami cedera, infeksi, atau pem-bedahan)
Ø  Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual
Ø  Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi
Ø  Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan pembedahan.

Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom Score (IPSS).

2.      Pemeriksaan fisik
Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, di samping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat.14

3.      Urinalisis
4.      Pemeriksaan fungsi ginjal
5.      Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen)
PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan cancer specific.15 Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti :
(a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat,
(b) keluhan akibat BPH/laju pancaran urin lebih jelek, dan
(c) lebih mudah terjadinya retensi urin akut19,20.
Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah :16
o 40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml
o 50-59 tahun:0-3,5 ng/ml
o 60-69 tahun:0-4,5 ng/ml
o 70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml

Sebagian besar guidelines yang disusun di berbagai negara merekomendasikan pemeriksaan PSA sebagai salah satu pemeriksaan awal pada BPH, meskipun dengan syarat yang berhubungan dengan usia pasien atau usia harapan hidup pasien. Usia sebaiknya tidak melebihi 70-75 tahun atau usia harapan hidup lebih dari 10 tahun, sehingga jika memang terdiagnosis karsinoma prostat tindakan radikal masih ada manfaatnya.14

6.      Catatan harian miksi (voiding diaries)
7.      Uroflometri
8.      Uretrosistoskopi

Penatalaksanaan

1.      Watchful waiting
Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya tetap diawasi oleh dokter.14 Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Beberapa guidelines masih menawarkan watchful waiting pada pasien BPH bergejala dengan skor sedang (IPSS 8-19). Pasien dengan keluhan sedang hingga berat (skor IPSS > 7), pancaran urin melemah (Qmax < 12 mL/detik), dan terdapat pembesaran prostat > 30 gram tentunya tidak banyak memberikan respon terhadap watchful waiting. Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat), batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin, dan jangan menahan kencing terlalu lama. Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju pancaran urin, maupun volume residual urin. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain.17

2.      Medikamentosa
Jenis obat yang digunakan adalah :18
·         Antagonis adrenergik reseptor α yang dapat berupa:
1) Preparat non selektif: fenoksibenzamin
2) Preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan  
     indoramin
      3) Preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin, terazosin,
          dan tamsulosin
·         Inhibitor 5 α redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride
a.       Antagonis reseptor adrenergik-α
Pengobatan dengan antagonis adrenergik α bertujuan menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan uretra. Fenoksibenzamine adalah obat antagonis adrenergik-α non selektif yang pertama kali diketahui mampu memper-baiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi.

b.      Inhibitor 5 α-redukstase
Finasteride adalah obat inhibitor 5-α reduktase pertama yang dipakai untuk mengobati BPH. Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron, yang dikatalisis oleh enzim 5 α- redukstase di dalam sel-sel prostat. Beberapa uji klinik menunjukkan bahwa obat ini mampu menurunkan ukuran prostat hingga 20-30%, meningkatkan skor gejala sampai 15% atau skor AUA hingga 3 poin, dan meningkatkan pancaan urin. Efek maksimum finasteride dapat terlihat setelah 6 bulan.14
c.       Terapi intervensi pembedahan
Sampai saat ini solusi terbaik pada BPH yang telah mengganggu adalah pembedahan, yakni mengangkat bagian kelenjar prostat yang menyebabkan obstruksi.  Guidelines di beberapa negara juga menyebutkan bahwa terapi pembedahan diindikasikan pada BPH yang telah menimbulkan keluhan sedang hingga berat, tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian terapi non bedah, dan pasien yang menolak pemberian terapi medikamentosa.14
 

0 komentar:

Posting Komentar

Resources

Search