Kamis, 12 Agustus 2010

Omphalocele atau Ompalokel atau Omphalokel

Sejarah

Omphalokel secara bahasa berasal dari bahasa yunani omphalos yang berarti umbilicus=tali pusat dan cele yang berarti bentuk hernia. Omphalokel diartikan sebagai suatu defek sentral dinding abdomen pada daerah cincin umbilikus (umbilical ring)  atau cincin tali pusar sehingga terdapat herniasi organ-organ abdomen dari cavum abdomen namun masih dilapiasi oleh suatu kantong atau selaput.  Selaput terdiri atas lapisan amnion dan peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan wharton’s jelly.
Omphalokel dideskripsikan pertama kali oleh seorang ahli bedah Prancis bernama Ambroise Pare pada tahun 1634. Dia mendeskripsikan omphalokel secara akurat dan melakukan penatalaksanaan secara konservatif berupa pemberian agen-agen eskarotik pada permukaan selaput omphalokel uintuk merangsang epitelisasi. Pendekatan penatalaksanaan tersebut kemudian menimbulkan beberapa masalah diantaranya memerlukan waktu yang lama, sehingga membutukan pula nutrisi dan me metabolik yang toll. Selaput dapat pula pecah yang berakibat terjadinya infeksi.
Baru kemudian pada tahun 1948, Robet Gross di Boston memperkenalkan suatu metode penutupan omphalokel yang besar dan sukses. Dia mendeskripsikan penutupan omphalokele melalui 2 tahap. Tahap pertama ialah membuat skin flap untuk melindungi organ-organ abdomen yang mengalami herniasi. Tahap kedua ialah merepair hernia ventralis.
Schuster pada tahun 1967 kemudian memperkenalkan penggunaan material prostetik untuk memproteksi organ-organ abdomen selama tahapan pertama tersebut. Akhirnya pada tahun 1969, Allen dan Wrenn memeperkenalkan pada suatu teknik “Silo”, dimana organ-organ abdomen yang mengalami herniasi  ditutup dengan satu lapis silastic yang dilekatkan ke fascia dinding abdomen. Organ–organ abdomen tersebut kemudian dimasukkan secara bartahap kedalam kavum abdomen melalui progessiv tightening/tekanan manual dalam beberapa hari. Semenjak penenemuan itulah penutupan defek omphalokel secara primer dimungkinkan pada masa-masa awal bayi.  Sampai saat ini berbagai usaha dilakukan untuk mendapatkan hasil klinik yang memuaskan. Usaha tersebut meliputi manajemen prenatal dan postnatal.
Omphalocele suatu keadaan dimana viseral abdominalterdapat di luar cavum abdomen tetapi masihdi dalam kantong amnion. Omphalocele dapat diartikan sebagai kantong bening tidakberpembuluh darah yang terdiri darilapisan peritoneum dan lapisan amnion pada pangkal tali pusat. Omfalokel adalah herniasi sebagian isi intra abdomen melalui cincin umbilikus yang terbuka ke dalam dasar tali pusat.  Ukurannya bervariasi dalam sentimeter, di dalamnya berisi    seluruh midgut, gaster dan hepar. Sekitar 70% kasus, omfalokel berhubungan dengan kelainan yang lain. Kelainan terbanyak adalah kelainan kromosom.
Pada perawatan konservatif kendala yang ada adalah perawatan yang lama, hasil yang meragukan dengan peningkatan risiko infeksi.  Sedang pada pendekatan operatif kendala perlunya reintervensi.  Pada omphalocele besar reparasi dinding abdomen sebaiknya dilakukan pada umur 3-6 bulan.  Penderita omphalocele besar dengan kelainan ganda mempunyai prognosis yang buruk.  Penatalaksanaan secara konservatif menjadi suatu pilihan yang layak dikemukakan.  Adam et al memberikan rekomendasi penatalaksanaan omphalocele mayor secara konservatif sebagai pilihan utama
Sudah lama dikenal bahwa omfalokel sering berhubungan dengan kelainan penyerta lain, hal ini menunjukkan keikutsertaan perkembangan embriologi secara umum. Kelainan penyerta terjadi antara 30% sampai dengan 70% termasuk kelainan kromosom (trisomi 18, 21), frekwensinya cenderung menurun, kelainan jantung kongenital, sindrom Beckwith-Wiedemann (bayi dengan besar masa kehamilan;hiperinsulinisme; viseromegali dari ginjal, glandula suprarenalis dan pankreas; makroglosia; tumor hepatorenal; ekstrofia kloaka);  Pentalogi Cantrell dan
sindrom Prune Belly (tidak tumbuhnya otot dinding abdomen, kelainan genitourinaria, kriptorcismus). Atresia usus mungkin pula dijumpai dan diperkirakan sebagai suatu akibat dari iskemia yang ditimbulkan oleh tekanan dari tepi defek dinding abdomen.
Embriologi
Pada awal minggu ke-3 perkembangan emrio, saluran pencernaan terbagi menjadi foregut, midgut dan hindgut. Pertumbuhan ini berhubungan erat dengan lipatan embrio (embryonic fold) yang berperan dalam pembentukan dinding abdomen. Lipatan embrio tersebut terbagi menjadi :
1      Lipatan kepala (cephalic fold)
Letak di depan mengandung foregut yang membentuk faring, esophagus dan lambung. Kegagaan perkembangan lapisan somatic lipatan kepala akan mengakibatkan kelainan dinding abdomen daerah epigastrial disebut mfalokel epigastrial.
1      Lipatan samping (lateral fld).
Membungkus midgut dan bersama lipatan lain membentukcincin awal umbilicus. Bila terjadi kegagalan mengakibatkan abdomen tidaktertutup dengan sempurna pada bagian tengah. Pada kelaianan ini cincin umbilicus tidak terbentuk sempurna sehingga tetap terbuka lebar à omfalokel
1      Lipatan ekor (caudal fold)
Membungkus hindgutyang akan membentuk kolon dan rectum. Kegagalan  pertumbuhan lapisan splangnikus dan an somatic mengakibatkan atresia ani, omfalokel hipogastrikus

Awal terjadinya omphalokel masih belum jelas dan terdapat beberapa teori embriologi yang menjelaskan kemungkinan berkembangnya omphalokel. Teori yang banyak disebutkan oleh para ahli ialah bahwa omphalokel berkembang karena  kegagalan migrasi dan fusi dari embrionik fold bagian kranial, caudal dan lateral saat membentuk cincin umbilikus pada garis tengah sebelum invasi miotom pada minggu ke-4 perkembangan. Teori lain menyebutkan bahwa omphalokel berkembang karena kegagalan midgut untuk masuk kembali ke kavum abdomen pada minggu ke-12 perkembangan.
Sebagaimana diketahui pada minggu ke-4 perkembangan, dinding abdomen embrio berupa suatu membran tipis yang terdiri dari ektoderm dan mesoderm somatik yang disebut sebagai somatopleura. Somatopleura memiliki embrionik fold yaitu kranial, kaudal dan lateral. Pada minggu ke-4 tersebut secara simultan terjadi pertumbuhan kedalam mesoderm dari embrionik fold somatopleura bagian kranial, kaudal dan lateral yang mulai mengadakan fusi pada garis tengah untuk membentuk cincin umbilikus. Pada minggu ke-4 sampai ke-7, somatopleura diinvasi oleh miotom yang terbentuk disebelah lateral dari vertebra dan bermigrasi ke medial. Selama itu juga midgut mengalami elongasi dan herniasi ke umbilical cord. Miotom merupakan segmen primitif sepanjang spinal cord yang nantinya masing-masing segmen tersebut berkembang menjadi muskulus dan diinervasi oleh nervus spinalis. Pada minggu ke-8 sampai ke-12 miotom berdiferensiasi menjadi 3 lapis otot dinding perut dan mengadakan fusi pada garis tengah. Akhirnya pada minggu ke-12 rongga abdomen janin sudah cukup kuat sebagai tempat usus yang akan masuk kembali dan berputar yang kemudian menempati pososi anatomisnya.

Etiologi
Penyebab pasti terjadinya omphalokel belum jelas sampai sekarang. Beberapa faktor resiko atau faktor-faktor yang berperan menimbulkan terjadinya omphalokel diantaranya adalah infeksi, penggunaan obat dan rokok pada ibu hamil, defisiensi asam folat, hipoksia, penggunaan salisilat, kelainan genetik serta polihidramnion. Walaupun omphalokel pernah dilaporkan terjadi secara herediter, namun sekitar 50-70 % penderita berhubungan dengan sindrom kelainan kongenital yang lain  Sindrom kelainan kongenital yang sering berhubungan dengan omphalokel diantaranya
(1) syndrome of upper midline development atau thorako abdominal syndrome (pentalogy of Cantrell) berupa upper midline omphalocele, anterior diaphragmatic hernia, sternal cleft, cardiac anomaly berupa ektopic cordis dan vsd
(2) syndrome of lower midline development berupa bladder (hipogastric omphalocele) atau cloacal extrophy, inferforate anus, colonic atresia, vesicointestinal fistula, sacrovertebral anomaly dan meningomyelocele dan sindrom-sindrom yang lain seperti Beckwith-Wiedemann syndrome, Reiger syndrome, Prune-belly syndrome dan sindrom-sindrome kelainan kromosom seperti yang telah disebutkan.
Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omfalokel, yaitu:
1           Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan terinfeksi, penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik. Faktor-faktor tersebut berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta dan lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur, diantaranya bayi dengan gastroschizis dan omfalokel paling sering dijumpai.
1           Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dinding abdomen pada percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya secara klinis masih sebatas perkiraan. Secara jelas peningkatan MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan struktural pada fetus. Bila suatu kelainan didapati bersamaan dengan adanya omfalokel, layak untuk dilakukan amniosintesis guna melacak kelainan genetik.
1           Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan kemungkinan tersebut harus dilacak dengan USG.

Diagnosis
Diagnosis omfalokel adalah sederhana, namun perlu waktu khusus sebelum operasi dikerjakan, pemeriksaan fisik secara lengkap dan perlu suatu rontgen dada serta ekokardiogram. Pada saat lahir, omfalokel diketahui sebagai defek dinding abdomen pada dasar cincin umbilikus. Defek tersebut lebih dari 4 cm (bila defek kurang dari 4 cm secara umum dikenal sebagai hernia umbilikalis) dan dibungkus oleh suatu kantong membran atau amnion. Pada 10% sampai 18%, kantong mungkin ruptur dalam rahim   atau sekitar 4% saat proses kelahiran. Omfalokel raksasa (giant omphalocele) mempunyai suatu kantong yang menempati hampir seluruh dinding abdomen, berisi hampir semua organ intraabdomen dan berhubungan dengan tidak berkembangnya rongga peritoneum serta hipoplasi pulmoner. Klasifikasi menurut Omfalokel menurut Moore ada 3,yaitu:
  1. Tipe 1 : diameter defek   < 2,5 cm
  2. Tipe 2 : diameter defek   2,5 – 5 cm
  3. Tipe 3 : diameter defek   > 5 cm
Suatu defek yang sempit dengan kantong yang kecil mungkin tak terdiagnosis saat lahir. Dalam kasus ini timbul bahaya tersendiri bila kantong terjepit klem dan sebagian isinya berupa usus, bagiannya teriris saat ligasi tali pusat. Bila omfalokel dibiarkan tanpa penanganan, bungkusnya akan mengering dalam beberapa hari dan akan tampak retak-retak. Pada saat tersebut akan menjalar infeksi dibawah lapisan yang mengering dan berkrusta. Kadang dijumpai lapisan tersebut akan terpecah dan usus akan prolap.
Diagnosis omphalokel ditegakkan berdasarkan gambaran klinis.dan dapat ditegakkan pada waktu prenatal dan pada waktu postnatal.
  • Diagnosis prenatal
Diagnosis prenatal terhadap omphalokel sering ditegakkan dengan bantuan USG. Defek dinding abdomen janin biasanya dapat dideteksi pada saat  minggu ke 13 kehamilan, dimana pada saat tersebut secara normal seharusnya usus telah masuk seluruhnya kedalam kavum abdomen janin.  Pada pemeriksaan USG Omphalokel tampak sebagai suatu gambaran garis–garis halus dengan gambaran kantong atau selaput yang ekhogenik pada daerah tali pusat (umbilical cord) berkembang. Berbeda dengan gastroskisis, pada pemeriksaan USG tampak gambaran garis-garis yang kurang halus, tanpa kantong yang ekhogenik dan terlihat defek terpisah dari tali pusat. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada masa prenatal selain USG diantaranya ekhocardiografi, MSAPF (maternal serum alpha-fetoprotein), dan analisa kromosom melaui amniosintesis. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan tujuan selain menunjang diagnosis sekaligus menilai apakah ada kelainan lain pada janin.

  • Diagnosis postnatal (setelah kelahiran)
Gambaran klinis bayi baru lahir dengan omphalokel ialah terdapatnya defek sentral dinding abdomen pada daerah tali pusat. Defek bervarasi ukurannya, dengan diameter mulai 4 cm sampai dengan 12 cm, mengandung herniasi organ–organ abdomen baik solid maupaun berongga dan masih dilapisi oleh selaput atau kantong serta tampak tali pusat berinsersi pada puncak kantong. Kantong atau selaput tersusun atas 2 lapisan yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan dalam berupa peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan Warton’s jelly. Warton’s jelly adalah jaringan mukosa yang merupakan hasil deferensiasi dari jaringan mesenkimal (mesodermal). Jelly mengandung kaya mukosa dengan sedikit serat  dan tidak mengandung vasa atau nervus.
Pada giant omphalocele, defek biasanya berdiameter 8-12 cm atau meliputi seluruh dinding abdomen (kavum abdomen sangat kecil) dan  dapat mengandung seluruh organ-organ abdomen termasuk liver.Kantong atau selaput pada omphalokel dapat mengalami ruptur. Glasser (2003) menyebutka bahwa sekitar 10-20 % kasus omphalokele terjadi ruptur selama kehamilan atau pada saat melahirkan. Disebutkan pula bahwa omphalokel yang mengalami ruptur tersebut bila diresorbsi akan menjadi gastroskisis. Apabila terjadi ruptur dari selaput atau kantong maka oergan-organ abdomen janin/bayi  dapat berubah struktur dan fungsi berupa pembengkakan, pemendekan atau eksudat pada permukan organ abdomen tersebut  Perubahan tersebut tergantung dari lamanya infeksi dan iskemik yang berhubungan dengan lamanya organ-organ terpapar cairan amnion dan urin janin. Bayi-bayi dengan omphalokele yang intak biasanya tidak mengalami distres respirasi, kecuali bila ada hipoplasia paru yang biasanya ditemukan pada giant omphalocele.
Kelainan lain yang sering ditemukan pada omphalokel terutama pada giant omphalocele ialah malrotasi usus serta kelainan-kelainan kongenital lain.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada saat bayi lahir untuk mendukung diagnosis diantaranya pemeriksaan laboratorium darah dan radiologi. Pemeriksaan radiologi dapat berupa rongent thoraks untuk melihat ada tidaknya kelainan paru-paru dan ekhocardiogram untuk melihat ada tidaknya kelainan jantung.

Diagnosa banding

omphalokel hernis umbilikalis kongenital gastroskisis
Lokasi defek Pada cincin umbilikus (umbilikal ring) Pada cincin umbilikus Terpisah (biasanya lateral dari) cincin umbilikus
Diameter/ukuran defek (cm) 4-12 cm < 4 cm < 4 cm
Kavum abdomen Kecil terutama pada giant omphalocele normal normal
Kantong + + -
Kandungan kantong Seluruh organ abdomen Beberapa loop usus Biasanya gaster atau usus
Letak tali pusat (umbilical cord) Pada puncak kantong Pada puncak kantong Terpisah dengan kantong, biasanya di lateral
Keadaan permukaan organ abdomen/usus normal normal Memendek atau terdapat bercak eksudat
Malrotasi sering - jarang
Atresia dan strangulasi jarang - sering
Hubungan dengan kelainan kongenital sering sering terdapat divertikulum Meckel) jarang
Penatalaksanaan
  1. A. Penatalaksanaan prenatal
Apabila terdiagnosa omphalokel pada masa prenatal maka sebaiknya dilakukan informed consent pada orang tua tentang keadaan janin, resiko tehadap ibu, dan prognosis. Informed consent sebaiknya melibatkan ahli kandungan, ahli anak dan ahli bedah anak. Keputusan akhir dibutuhkan guna perencanaan dan penatalaksanaan berikutnya berupa melanjutkan kehamilan atau mengakhiri kehamilan. Bila melanjutkan kehamilan sebaiknya dilakukan observasi melaui pemeriksaan USG berkala juga ditentukan tempat dan cara melahirkan. Selama kehamilan omphalokel mungkin berkurang ukurannya atau bahkan ruptur sehingga mempengaruhi pronosis.
Oak Sanjai (2002) meyebutkan bahwa komplikasi dari partus pervaginam pada bayi dengan defek dinding abdomen kongenital dapat berupa distokia dengan kesulitan persalinan dan kerusakan organ abdomen janin termasuk liver. Walaupun demikian, sampai saat ini persalinan melalui sectio caesar belum ditentukan sebagai metode terpilih pada janin dengan defek dinding abdomen. Ascraft (1993) menyatakan bahwa beberapa ahli menganjurkan pengakhiran kehamilan jika terdiagnosa omphalokel yang besar atau janin memiliki kelainan konggenital multipel.

b. Penatalaksanan postnatal (setelah kelahiran)
Penatalaksannan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir  (immediate postnatal), kelanjutan penatalakasanaan awal apakah berupa operasi atau nonoperasi (konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi. Secara umum penatalaksanaan bayi dengan omphalokele dan gastroskisis adalah hampir sama. Bayi sebaiknya dilahirkan atau segera dirujuk ke suatu pusat yang memiliki fasilitas perawatan intensif neonatus dan bedah anak. Bayi-bayi dengan omphalokel biasanya mengalami lebih sedikit kehilangan panas tubuh sehingga lebih sedikit membutuhkan resusitasi awal cairan dibanding bayi dengan gastroskisis.
  • Penatalaksanaan segera bayi dengan omphalokel adalah sbb:
  1. 1. tempatkan bayi pada ruangan yang asaeptik dan hangat untuk mencegah kehilangan cairan, hipotermi dan infeksi.
  2. 2. posisikan bayi senyaman mungkin dan lembut untuk menghindari bayi menagis dan air swallowing. Posisi  kepala sebaiknya lebih tinggi  untuk memperlancar drainase.
  3. 3. lakukan penilaian ada/tidaknya distress respirasi yang mungkin membutuhkan alat bantu ventilasi seperti intubasi endotrakeal. Beberapa macam alat bantu ventilasi seperti mask tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan masuknya udara kedalam traktus gastrointestinal.
  4. 4. pasang pipa nasogastrik  atau pipa orogastrik untuk mengeluarkan udara dan cairan dari sistem usus sehingga dapat mencegah muntah, mencegah aspirasi, mengurangi distensi dan tekanan (dekompresi) dalam sistem usus sekaligus mengurangi tekanan intra abdomen, demikian pula perlu dipasang rectal tube untuk irigasi dan untuk dekompresi sistem usus.
  5. 5. pasang kateter uretra untuk mengurangi distensi kandung kencing dan mengurangi tekanan intra abdomen.
  6. pasang jalur intra vena (sebaiknya pada ektremitas atas) untuk pemberian cairan dan nutrisi parenteral sehingga dapat menjaga tekanan intravaskuler dan menjaga kehilangan protein yang mungkin terjadi karena gangguan sistem usus, dan untuk  pemberian antibitika broad spektrum.
  7. 7. lakukan monitoring dan stabilisiasi  suhu, status asam basa, cairan dan elektrolit
  8. 8. Pada omphalokel, defek ditutup dengan suatu streril-saline atau povidone -iodine soaked gauze, lalu ditutup lagi dengn suatu oklusif plastik dressing wrap? atau plastik bowel bag. Tindakan harus dilakukan ekstra hati hati diamana cara tersebut dilakukan dengan tujuan melindungi defek dari trauma mekanik, mencegah kehilangan panas dan mencegah infeksi serta mencegah angulasi sistem usus yang dapat mengganggu suplai aliran darah.
  9. 9. pemeriksaan darah lain seperti fungsi ginjal, glukosa dan hematokrit perlu dilakukan guna persiapan operasi bila diperlukan
  10. 10. evaluasi adanya kelainan kongenital lain yang ditunjang oleh pemeriksaan rongent thoraks dan ekhokardiogram.
Bila bayi akan dirujuk sebaiknya bayi ditempatkan dalam suatu inkubator hangat dan ditambah oksigen.

1           Pertolongan pertama saat lahir
  1. Kantong omfalokel dibungkus kasa yang dibasahi betadin , selanjutnya dibungkus dengan plastic.
  2. Bayi dimasukkan incubator dan diberi oksigen
  3. Pasang NGT dan rectal tube
  4. Antibiotika
1           Konservatif
Dilakukan bila penutuan secara primer tidak memungkinkan, misal pada omfaokel dengan diameter > 5 cm
Perawtan secara :
  1. Bayidijaga agar tetap hangat
  2. Kantongditutup kasa steril dan ditetesi NaCl 0,9% kalo perlu ditutup dengan lapisan silo yang dikecilkan secara bertahap
  3. Posisipenderita miring
  4. NGT diisap-isap tiap 30 menit
ÿ      Penatalaksanaan nonnoperasi (konservatif)
Penatalaksanaan omfalokel secara konservatif dilakukan pada kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele atau terdapat status klinis bayi yang buruk sehingga ada kontra indikasi terhadap operasi atau pembiusan seperti pada bayi-bayi prematur yang memiliki hyaline membran disease atau bayi yang memiliki kelainan kongenital berat yang lain seperti gagal jantung. Pada giant omphalocele bisa terjadi herniasi dari seluruh organ-organ intraabdomen dan dinding abdomen berkembang sangat buruk, sehingga sulit dilakukan penutupan (operasi/repair) secara primer dan dapat membahayakan bayi. Beberapa ahli, walaupun demikian, pernah mencoba melakukan operasi pada giant omphalocele secara primer dengan modifikasi dan berhasil. Tindakan nonoperatif secara sederhana dilakukan dengan dasar merangsang epitelisasi dari kantong atau selaput. Suatu saat setelah granulasi terbentuk maka dapat dilakukan skin graft yang nantinya akan terbentuk hernia ventralis yang akan direpair pada waktu kemudian dan setelah status  kardiorespirasi membaik.
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk merangsang epitelisasi adalah 0,25 % merbromin (mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver sulvadiazine dan povidone iodine (betadine). Obat-obat tersebut merupakan agen antiseptik yang pada awalnya memacu pembentukan eskar bakteriostatik dan perlahan-lahan akan merangsang epitelisasi. Obat tersebut berupa krim dan dioleskan pada permukaan selaput atau kantong  dengan elastik dressing yang sekaligus secara perlahan dapat menekan dan menguragi isi kantong.
Tindakan nonoperatif lain dapat berupa penekanan secara eksternal pada kantong. Beberapa material yang biasa digunakan ialah Ace wraps, Velcro binder, dan poliamid mesh yang dilekatkan pada kulit. Glasser (2003) menyatakan bahwa tindakan nonoperatif pada omfalokel memerlukan waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan angka metabolik yang tinggi serta omfalokel dapat ruptur sehingga dapat menimbulkan infeksi organ-organ intraabdomen. Ashcraft (2000) menyebutkan bahwa dari suatu studi, bayi-bayi yang menjalani penatalaksanaan nonoperatif ternyata memiliki lama rawat inap yang lebih pendek dan waktu full enteral feeding yang lebih cepat dibanding  dengan penatalaksanaan dengan silastic.
Indikasi terapi non bedah adalah:
  1. Bayi dengan ompalokel raksasa (giant omphalocele) dan kelainan penyerta yang mengancam jiwa dimana penanganannya harus didahulukan daripada omfalokelnya.
  2. Neonatus dengan kelainan yang menimbulkan komplikasi bila dilakukan pembedahan.
  3. Bayi dengan kelainan lain yang berat yang sangat mempengaruhi daya tahan hidup.
Prinsip kerugian dari metode ini adalah kenyataan bahwa organ visera yang mengalami kelainan tidak dapat diperiksa, sebab itu bahaya yang terjadi akibat kelainan yang tidak terdeteksi dapat menyebabkan komplikasi misalnya obstruksi usus yang juga bisa terjadi akibat adhesi antara usushalus dan kantong. Jika  infeksi dan ruptur kantong dapat dicegah, kulit dari dinding anterior abdomen secara lambat akan tumbuh menutupi kantong, dengan demikian akan terbentuk hernia ventralis, karena sikatrik yang terbentuk biasanya tidak sebesar bila dilakukan operasi. Metode ini terdiri dari pemberian lotion antiseptik secara berulang pada kantong, yang mana setelah beberapa hari akan terbentuk skar. Setelah sekitar 3 minggu, akan terjadi pembentukan jaringan granulasi yang secara bertahap kana terjadi epitelialisasi dari tepi kantong. Penggunaan antiseptik merkuri sebaiknya dihindari karena  bisa menghasilkan  blood and tissue levels of mercury well above minimum toxic levels. Alternatif lain yang aman adalah alkohol 65% atau 70% atau gentian violet cair 1%. Setelah keropeng tebal terbentuk,bubuk antiseptik dapat digunakan. Hernia ventralis memerlukan tindakan kemudian tetapi kadang-kadang menghilang secara komplet.
ÿ         Penatalaksanaan dengan operasi
Tujuan mengembalikan organ visera abdomen ke dalam rongga abdomen dan menutup defek. Dengan adanya kantong yang intak, tak diperlukan operasi emergensi, sehingga seluruh pemeriksaan fisik dan pelacakan kelainan lain yang mungkin ada dapat dikerjakan. Keberhasilan penutupan primer tergantung pada ukuran defek serta kelainan lain yang mungkin ada (misalnya kelainan paru)
Tujuan operasi atau pembedahan ialah memperoleh lama ketahanan hidup  yang optimal dan menutup defek dengan cara mengurangi herniasi organ-organ intraabomen, aproksimasi dari kulit dan fascia serta dengan lama tinggal di RS yang pendek. Operasi dilakukan setelah tercapai resusitasi dan status hemodinamik stabil. Operasi dapat bersifat darurat bila terdapat ruptur kantong dan obstruksi usus.
Operasi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu primary closure (penutupan secara primer atau langsung) dan staged closure (penutupan secara bertahap). Standar operasi baik pada primary ataupun staged closure yang banyak dilakukan pada sebagiaan besar pusat adalah dengan membuka dan mengeksisi kantong. Organ-organ intraabdomen kemudian dieksplorasi, dan jika ditemukan malrotasi dikoreksi.

  1. Primary Closure
Primary closure merupakan treatment of choice pada omfalokel kecil dan medium atau terdapat sedikit perbedaan antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen. Primary closure biasanya dilakukan pada omfalokel dengan diameter defek < 5-6 cm. Operasi dilakukan dengan general anestesi dengan obat-obatan blok neuromuskuler. Mula-mula hubungan antara selaput dengan kulit serta fascia diinsisi dan vasa–vasa umbilkus dan urakus diidentifikasi dan diligasi. Selaput kemudian dibuang dan organ-organ intraabddomen kemudian diperiksa. Sering defek diperlebar agar dapat diperoleh suatu insisi linier tension free dengan cara memperpanjang irisan 2 –3 cm ke superior dan inferior.
Kemudian dilakukan manual strecthing pada dinding abdomen memutar diseluruh kuadran abdomen. Manuver tersebut dilakukan hati-hati agar tidak mencederai liver atau ligamen. Kulit kemudiaan dideseksi atau dibebaskan terhadap fascia secara tajam.  Fascia kemudian ditutup dengan jahitan interuptus begitu pula pada kulit. Untuk kulit juga dapat digunakan jahitan subkutikuler terutama untuk membentuk umbilikus (umbilikoplasti) dan digunakan material yang dapat terabsorbsi. Standar operasi ialah dengan mengeksisi kantong dan pada kasus giant omphalocele biasanya dilakukan tindakan konservatif dahulu, namun demikian beberapa ahli pernah mencoba melakukan operasi langsung pada kasus tersebut dengan teknik modifikasi

2. Staged closure
Pada kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele, dapat dilakukan tindakan konservatif. Cara tersebut ternyata memakan waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak  dan beresiko terhadap pecahnya kantong atau selaput sehingga dapat timbul infeksi. Juga pada keadaan tertentu selama operasi, ternyata tidak semua pasien dapat dilakukan primary closure. Yaster M. et al (1989) dari suatu studinya melaporkan bahwa  kenaikan IGP (intra gastricpressure) > 20 mmHg  dan CVP > 4 mmHg selama usaha operasi primer dapat menyebabkan kenaikan tekanan intraabdomen yang dapat berakibat gangguan kardiorespirasi dan dapat membahayakan bayi sehingga usaha operasi dirubah dengan metode staged closure.21 Beberapa ahli kemudian mencari solusi untuk penatalaksanaan kasus-kasus tersebut, yang akhirnya ditemukan suatu metode staged closure.4 Staged closure telah diperkenalkan pertama kali oleh Robet Gross pada tahun 1948 dengan teknik skin flap yang kemudian tejadi hernia ventralis dan akhirnya cara tersebut dikembangkan oleh Allen dan Wrenn paada tahun 1969 dengan suatu teknik “silo”
  • Teknik skin flap
Pada prosedur ini, dibuat skin flap melalui cara undermining /mendeseksi/membebaskan secara tajam kulit dan jaringan subkutan  terhadap fascia anterior muskulus rektus abdominis dan aponeurosis muskulus obliqus eksternus disebelah lateralnya sampai batas linea aksilaris anterior atau media. Kantong atau selaput dibiarkan tetap utuh. Skin flap kemudian ditarik dan dipertemukan pada garis tengah untuk menutupi defek yang kemudian cara tersebut menimbulkan hernia ventralis.2 Hernia ventralis timbul karena kulit terus berkembang sedangkan otot-otot dinding abdomen tidak2 Biasanya 6-12 minggu kemudian dapat dilakukan repair terhadap hernia ventralis Cara tersebut juga dapat menimbulkan skar pada garis tengah yang panjang sehingga menimbulkan bentuk umbilikus yang relatif jauh dari normal. Beberapa ahli kemudian mencoba suatu usaha agar didapatkan bentuk umbilikus yang mendekati normal yaitu dengan cara umbilical preservation.
Prosedur dilakukan dengan cara tidak memotong kantong pada tempat melekatnya urakus dan vasa umbilikus serta tidak memisahkan kutis dan subkutis dari fascia pada daerah tersebut. Kemudian pada tempat tersebut dibuat neoumbilikus dengan jahitan kontinyu.

  • Teknik silo
Teknik silo dapat dilakukan juga bila terdapat omfalokel yang sangat besar sehingga tidak dapat dilakukan dengan teknik skin flap. Silo merupakan suatu suspensi prostetik yang dapat menjaga organ-organ intraabdomen tetap hangat dan menjaga dari trauma mekanik terutama saat organ-organ tersebut dimasukkan ke dalam rongga abdomen. Operasi diawali dengan mengeksisi kantong atau selaput omfalokel. Kemudian cara yang sama dilakukan seperti membuat skin flap namun dengan lebar yang sedikit saja sehingga cukup untuk memaparkan batas fascia atau otot. Suatu material prostetik silo (Silastic reinforced with Dacron) kemudian dijahitkan dengan fascia dengan benang nonabsorble, sehingga terbentuk kantong prostetik ekstraabdomen yang akan melindungi organ-organ intraabdomen. Organ-organ intraabdomen dalam silo kemudian secara bertahap dikurangi dan kantong diperkecil. Usaha reduksi dapat dilakukan tanpa anestesi umum, tetapi bayi harus tetap dimonitor di ruangan neonatal intensiv care. Reduksi dapat dicapai seluruhnya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada beberapa kasus, reduksi komplet dapat dicapai dalam 7-10 hari. Ashcraft (2000) menyebutkan adanya kegagalan reduksi lebih dari 2 minggu dapat berakibat infeksi dan terpisahnya silo dari jaringan. Kimura K dan Soper R.T (1992) melaporkan dari kasusnya, bahwa penggunaan dacron felt pledgets dapat mengurangi resiko terlepasnya atau kerusakan sambungan karena terlalu tegang dan lama. Setelah seluruh isi kantong masuk ke rongga abdomen kemudian dilakukan operasi untuk mengambil silo dan menutup kulit.
Selama operasi terutama pada primary closure, haruslah dipantau tekanan airway dan intra abdomen. Dulu beberapa kriteria digunakan untuk memonitor selama operasi, diantaranya angka respirasi, tekanan darah, warna kulit, dan ferfusi ferifer. Observasi tersebut menjadi sulit dan kurang  reliabel karena bayi dibius dan mengalami paralisis. Yaster M, et al  (1989) melaporkan dari hasil studinya bahwa Intraoperatif Measurement dengan cara memonitor perubahan nilai CVP dan IGP (intra gastricpressure) dapat digunakan untuk menentukan teknik yang sebaiknya dilakukan dan memperkirakan hasil dari teknik operasi yang dilakukan. Dia menyimpulkan pula bahwa kenaikan IGP > 20 mmHg  dan CVP > 4 mmHg selama usaha primary closure dapat menyebabkan kenaikan tekanan intraabdomen yang dapat berakibat gangguan kardiorespirasi bayi sehingga usaha operasi dirubah dengan metode staged closure dan didapatkan hasil yang memuaskan dari metode operasi tersebut.
Perawatan praoperasi meliputi pemberian glukosa 10% intravena, NGT dan irigasi rektal untuk dekompresi usus serta antibiotik. Cairan infus seluruhnya diberikan melalui ektremitas atas. Pada penutupan primer omfalokel, eksisi kantong amnion, pengembalian organ visera yang keluar ke dalam kavum peritoneal dan penutupan defek dinding anterior abdomen pada 1 tahap merupakan metode operasi pertama untuk omfalokel and masih merupakan metode yang memuaskan. Hal ini dikerjakan untuk ompalokel dengan ukuran defek yang kecil dan sedang.  Pada sebagian besar kasus omfalokel secara tehnik masih mungkin untuk mengembalikan organ visera ke dalam abdomen dan memperbaiki dinding abdomen. Pada kasus dengan defek yang besar , terutama bila sebagian besar hepar menempati kantung, rongga abdomen  tidak cukup untuk ditempati seluruh organ visera, hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen karena rongga abdomen terlalu penuh.
Terdapat 2 pilihan untuk penanganan omfalokel yang lebih besar atau gastroschizis.
  1. Secara sederhana mengabaikan luasnya defek, dimana defek akan ditutup belakangan, namun untuk menutup ompalokel atau usus yang terburai dengan kulit dinding abdomen yang dibebaskan ke lateral sampai hampir garis tengah punggung, ke superior sampai dinding dada, ke inferior sampai pubis serta dijahitkan pada garis tengah. Bila anak tersebut bertahan, hernia ventralis yang besar tersebut direpair 1 tahun kemudian.
  2. Pilihan yang paling sering dilakukan adalah secara manual menekan dinding abdomen dengan membangun suatu tudung bungkus silastik untuk menutup usus. Tudung (silo) tersebut secara progresif ditekan ke arah profunda kantong amnion dan isinya ke dalam cavum abdomen dan mendekatkan tepi linea alba oleh peregangan otot abdomen. Prosedur ini memerlukan waktu 5 sampai 7 hari, sebelum defek ditutup secara primer.
Menurut   Steven (1992) penanganan emergensi omfalokel dibagi 2, yaitu:
Kantong intak
  • NGT dengan penghisap
  • melapisi kantong dengan salep (Povidon-Iodin/betadin) atau kasa yang dibasahi minyak
  • bungkus kantong dengan kasa Kling untuk menyangga  usus berada di dinding abdomen .
  • bungkus seluruh tubuh bayi untuk mencegah kehilangan panas.
  • kasa yang dibasahi larutan garam/saline  tak diperlukan sebab mempermudah kehilangan panas.
  • dilarang mengecilkan ukuran kantong karena dapat menyebabkan ruptur kantong dan distres pernapasan.
  • infus melalui lengan.
  • antibiotik spektrum luas (Ampicillin dan Gentamicin).
  • Konsultasi rencana bedah, operasi definitif seharusnya ditunda sampai bayi stabil teresusitasi. Monitor suhu dan pH. Adanya kelainan lain yang lebih serius (pernapasan atau jantung) penanganan definitif bisa ditunda selama kantong masih intak.








Ruptur kantong
  • NGT dengan penghisap
  • melapisi usus yang terburai dengan kasa salin  dan bungkus bayi dengan kain kering dan handuk steril untuk mencegah kehilangan panas.
  • monitor suhu dan pH.
  • pasang infus.
  • antibiotik spektrum luas (Ampicillin dan Gentamicin).
  • rencanakan bedah emergensi untuk menutup usus.
  • viabilitas usus mungkin kurang baik pada defek yang sempit pada segmen usus yang terjebak. Perlu memperlebar dengan incisi ke arah kranial atau kaudal untuk membebaskan organ visera yang strangulasi 11.







Penanganan pascaoperasi
Hiperalimentasi perifer dianjurkan pada hari ke-2 atau ke-3 pascaoperasi atau jika penutupan kulit dapat dicapai, hiperalimentasi sentral is inserted. Resiko sepsis meningkat saat kateter sentral terpasang pada bayi dengan pemasangan silastic.Konsekuensinya pada bayi ini tidak ada alternatif selain alimentasi perifer. Gastrostomi meningkatkan resiko infeksi. Konsekuensinya lambung didrainase dengan kateter plastik kecil. Fungsi usus pada bayi dengan omfalokel adalah tertunda. Disfungsi usus membutuhkan waktu lama untuk normal, dari 6 minggu sampai beberapa bulan. Dalam  waktu kurang dari 2 minggu pasca penutupan primer , mereka jarang toleransi penuh dengan makanan oral
Pemantauan selama operasi haruslah dilanjutkan setelah operasi, termasuk pemberiaan antibiotik dan nutrisi. Pemberian antibitoik berfungsi mencegah infeksi seperti selulitis dan biasanya dilanjutkan sampai gejala peradangan mereda atau selama terpasang material prostetik. Fungsi usus biasanya akan kembali setelah 2-3 hari dari waktu primary closure sehingga nutrisi enteral awal dapat diberikan.8 Pada staged repair, total perenteral nutrisi (TPN) diberikan lebih lama lagi sampai dengan fungsi usus kembali normal. Glasser (2003) menyebutkan bahwa fungsi usus akan cepat kembali normal jika peradangan mereda5 Akibat awal operasi dapat terjadi kenaikan tekanan intraabdomen yang berakibat menurunnya aliran vena kava (venous return) ke jantung dan menurunnya kardiac output. Selain itu diafragma dapat terdorong ke rongga thoraks yang menyebabkan naiknya tekanan airway dan beresiko terjadinya barotrauma dan insufisiensi paru.7 Keadaan itu semua dapat menimbulkan  hipotensi, iskemia usus, gangguan respirasi (ventilasi) serta gagal ginjal. Termasuk dari komplikasi awal operasi adalah timbulnya obtruksi intestinal, NEC, infeksi yang dapat berakibat sepsis, juga dapat terjadi kegagalan respirasi yang menyebabkan pasien tergantung pada ventilator yang lama sehingga timbul pneumonia. Wakhlu A (2000) melaporkan dari kasusnya bahwa obstruksi usus dapat disebabkan karena adhesi usus dengan jaringan fibrous pada penutupan skin flap. NEC dapat disebabkan karena iskemia usus karena volvulus atau karena tekanan intraabdomen yang meningkat.5 Infeksi biasanya terjadi pada staged closure dimana terdapat pemaparan luka berulang dan penggunaan material prostetik. Komplikasi lanjut dari operasi termasuk hernia ventralis dan lambatnya pertumbuhan anak  

Sumber:
Universitas Gadjah Mada

0 komentar:

Posting Komentar

Resources

Search