Minggu, 10 April 2011

TUMBUH KEMBANG REMAJA PEREMPUAN


INTERAKSI HORMONAL DAN
KUALITAS KEHIDUPAN PADA WANITA
Dr.Mgs. H. Usman Said, SpOG(K)
Subunit immunoendokrinologi reproduksi
Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI/ RSMH Palembang 


I. PENDAHULUAN
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1997 mencapai 201,4 juta dengan 100,9 juta orang wanita. Jumlah wanita berusia di atas 50 tahun mencapai 14,3 juta orang. Pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia mencapai 203,46 juta orang, yang terdiri dari 101,64 juta laki-laki dan 101,81 juta perempuan. Di samping itu, berkat pembangunan di bidang kesehatan, angka harapan hidup perempuan dan laki-laki Indonesia juga meningkat. Di satu segi kita patut gembira karena usia harapan hidup perempuan dan laki-laki meningkat, namun di segi lain mereka harus melewati usia tua dengan berbagai masalah kesehatan dari dampak kekurangan hormon estrogen dan androgen. Bagi wanita begitu memasuki usia menopause timbullah berbagai macam keluhan yang sangat menganggu dan beberapa tahun setelah menopause, angka kejadian patah tulang, penyakit jantung koroner, stroke, demensia, dan kanker usus besar meningkat. Karena memang keluhan muncul pada perempuan tersebut kebanyakan disebabkan karena kekurangan hormon estrogen, maka dengan sendirinya pengobatan yang tepat adalah dengan pemberian estrogen, yang dikenal dengan istilah terapi sulih hormon (HRT).
Pada wanita, endokrinologi reproduksi perlu ditinjau menurut kronologi masa kehidupannya, yang meliputi masa intrauterin, masa bayi, masa anak, masa prapubertas dan remaja, masa reproduksi, serta masa klimakterium dan senium.

II. PERIODE KEHIDUPAN
A. Masa intrauterin
B. Masa bayi dan prapubertas
C. Masa pubertas
D. Masa reproduksi
E. Masa klimakterium dan senium

A. Masa intrauterin

Pertumbuhan ovarium pada masa prenatal ini terutama dikendalikan oleh FSH janin, dan FSH ini Dibentuk oleh adenohipofisis janin dalam jumlah cukup besar antara minggu ke 16-24 kehamilan. Pada masa ini perkembangan oosit diovarium janin berhenti pada tahap profase,
yaitu saat usia kehamilan lebih dari 17 minggu. Jumlah folikel waktu lahir kira-kira 500.000 sampai 700.000 dan akan terus berkurang. Dengan bermulanya pubertas, terjadilah proses siklik pada seorang wanita. Melalui perubahan-perubahan tertentu pada proses ovulasi, maka dari sekian banyak folikel tersier yang terbentuk dalam siklus itu, hanya satu yang mencapai ovulasi, yaitu yang paling jauh berkembang, sedangkan yang lain kelak mengalami atresia. Jika ada kelainan pertumbuhan dapat menimbulkan dampak, seperti hormonal. Seperti pada bayi dengan anensefalus dapat menimbulkan postterm karena terjadi defisit 16 α-hidroksi DHEA Sulfat yang merupakan prekursor estrogen, sehingga ratio estrogen / progesteron berkurang, begitu juga pada janin yang mengalami hipoplasia renal janin, penyakit herediter X-linked. Pada ibu yang kadar progesteron yang rendah dapat menimbulkan prematur atau dismatur.

B. Masa bayi dan prapubertas

Selama masa intrauterin, janin telah mendapat pengaruh rangsangan estrogen, progesteron dan gonadotropin, sehingga ketika bayi wanita lahir telah terlihat adanya pembesaran payudara dan uterus. Mukosa vagina dan endometrium memperlihatkan gambaran proliferasi. Epitel vagina mengandung glikogen dalam jumlah besar. Zalir vagina menunjukkan nilai pH 4,5-5 mirip nilai pH pada wanita usia reproduksi. Setelah bayi wanita lahir, pengaruh estrogen dan progesterone dari plasenta terputus, sehingga pada usia 2-4 hari FSH dan LH meningkat kembali dan ini akan berangsur-angsur menurun lagi sampai anak berumur 4 tahun.

Pada tingkat awal pertumbuhan genitalia (umur 1-8 tahun) kadar gonadotropin dan steroid seks dalam darah serta urin sangat rendah. Pada umur 3-7 tahun masih dijumpai FSH, LH dan estrogen dalam serum. Tingkat kematangan gonad dan organ genitalia tidah berubah nyata sampai usia pubertas. Hingga kini belum seluruhnya diketahui faktor apa saja yang dapat menjadi pencetus pertumbuhan alat genitalia pada seorang anak. Pertumbuhan itu diperkirakan diakibatkan oleh adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada reseptor-reseptor di hipotalamus. Steroid seks yang berasal dari adrenal maupun ovarium membuat reseptor-reseptor hipotalamus menjadi peka, sehingga memudahkan pengeluaran FSH dari hipofisis anterior. Kemudian FSH membangkitkan pematangan pematangan folikel, yang berakibat pada peningkatan sekresi estrogen. Dimulainya sekresi estrogen menjadi tanda awitan proses pubertas seorang wanita. Selanjutnya produksi estrogen terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada umur 10-11 tahun payudara mulai berkembang, dan ini dikenal sebagai telars (telarche). Pertumbuhan payudara yang sempurna akan berakhir pada 2-4 tahun pascamenars.

Estrogen yang terbentuk itu selain menyebabkan penumpukan lemak di paha, payudara dan otot-otot lainnya, juga menyebebkan pertumbuhan tulan-tulang panggul. Pertumbuhan tulang-tulang yang lain dipicu oleh androgen yang berasal dari adrenal.

C. Masa pubertas

Pubertas umur 12-15 tahun menggambarkan fase peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada umur 12 tahun kelenjar adrenal mulai aktif menghasilkan hormon. Peningkatan pengeluaran androgen menyebabkan pembentukan rambut pubis atau pubars (pubarche), yang 6-12 bulan kemudian disusul dengan pembentukan rambut ketiak. Selain itu pada umur 12 tahun ini juga mulai terjadi pigmentasi putting dan proliferasi mukosa vagina. Vagina terlihat memanjang dan melebar, epitel vagina mengandung banyak glikogen, dan pH zalir vagina berkisar antara 4,5-5.

Perdarahan pertama dari uterus yang terjadi pada seorang wanita disebut sebagai menars (menarche), dan biasanya rata-rata terjadi pada umur 11-13 tahun. Hipotalamus memproduksi gonadotropin releasing hormone (GnRH) yang akan merangsang pituitary anterior untuk meningkatkan produksi gonadotropin yaitu luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH). Selanjutnya gonadotropin akan merangsang produksi hormon seks oleh gonad (estrogen, progesterone, dan androgen). Pada perempuan, LH dan FSH secara bersama-sama berperan dalam hormogenesis namum FSH mempunyai peran lebih besar terhadap maturasi ovarium.

Hal ini disebabkan oleh rendahnya hipofisis terhadap GnRH serta adanya penekanan maksimum hipotalamus (gonadostat). Selanjutnya, saat yang tepat bermulanya tanda pubertas secara endokrinologis tidak dapat diketahui, tetapi pada wanita umur 6-8 tahun ternyata yang pertama kali meningkat adalah hormon steroid (DHEA). Kemudian FSH meningkat bersamaan, sedangkan estradiol (E2) dan LH tidak meningkat sampai usia 10-12 tahun. Jika dianggap tanda bermulanya pubertas disebabkan oleh hormon DHEA, maka peranannya terletak pada adrenal.

Perubahan yang ditunjukkan oleh peningkatan kadar estradiol itu adalah berkembangnya seks sekunder, uterus, vagina, rambut pubis, tulang pelvis, dan yang lebih menonjol lagi ialah satu tahun sebelum menars terjadi perubahan pigmen pada areola payudara, putting susu, dan labia. Akhirnya peningkatan estradiol akan diikuti oleh mekanisme umpan balik yang menyebabkan turunnya kadar E2 dan terjadinya perdarahan lucut akibat deskuamasi endometrium, yang berwujud sebagai haid pertama (menars). Di pihak lain, peningkatan estradiol tadi akan menyebabkan terciptanya pola sekresi GnRH dewasa yang akhirnya mengarah ke pola siklus haid pertama. Tahapan perkembangan fisik pada wanita dimulai dengan telars serta puber yang berlangsung 2-4 tahun dan akhirnya menars, yang terjadi pada usia 12-14 tahun (rata-rata 12,5 tahun). Timbulnya menars pada seorang wanita tidak serta merta menggambarkan kemampuannya untuk bereproduksi. Beranjak dari menars, seorang wanita akan menjalani fase tanpa ovulasi, yaitu masa remaja steril yang berlangsung selama kurang lebih 3 tahun, dan kemudian disusul oleh masa nubile atau masa remaja fertile. Pada masa nubile sudah terjadi ovulasi dan fase lutealnya sudah dijumpai progesterone. Ini merupakan pertanda sudah terjadinya kematangan sistem poros endokrin. Pada anak perempuan, tanda pubertas pertama yang tampak adalah peningkatan kecepatan tumbuh yang mengawali fase pacu tumbuh (growth spurt), namun hal ini sulit. Sehingga perkembangan payudara (telars) adalah tanda pubertas yang mudah diperiksa.

Gambaran estrogenik lain pada masa pubertas meliputi pembesaran labia minora dan mayora, penumpulan mukosa vagina, produksi sekresi vagina yang berwarna agak keputihan yang menunjukkan awal menars. Ukuran dan bentuk uterin mengalami perubahan akibat stimulasi estrogen yang memanjang.
Pada masa pubertas ini dapat timbul kelainan-kelainan seperti pubertas prekoks atau pubertas tarda (delayed puberty). Dikatakan pubertas prekoks bila telars, puber atau menars terjadi sebelum usia 8 tahun. Bila penyebabnya di gonad disebut sebagai pubertas prekoks isoseksual, sedangkan bila disebabkan oleh sindroma adrenogenital disebut sebagai heteroseksual pubertas prekoks. Pubertas prekoks dibagi dalam 2 bentuk yakni pubertas prekoks lengkap dan tidak lengkap.

Pubertas prekoks lengkap, tanda/gambaran seksual muncul lebih awal namun urutannya tetap normal. Poros hipotalamus-hipofise biasanya normal. Ovulasi tetap terjadi, bahkan dapat hamil. Pubertas prekoks jenis ini 80-90% belum diketahui penyebabnya. Pubertas prekoks tidak lengkap, kemungkinan penyebabnya ialah tumor di ovarium yang menghasilkan hormon seperti tumor sel teka, tumor sel granulosa, dan disgerminoma.

Dikatakan pubertas tarda bila seseorang wanita telah mencapai usia 18 tahun namun belum juga mendapat haid. Batasan lain secara lebih khusus pada anak perempuan apabila belum ada perkembangan payudara setelah 5 tahun menars, atau belum menars pada usia 16 tahun (amenore primer). Pubertas tarda pada umumnya disebabkan oleh gangguan di hipothalamus. Dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik, kurang gizi, atau gangguan pada fungsi kelenjer endokrin lain. Berbagai penyebab lain keterlambatan pubertas antara lain kelainan yang disebabkan oleh lesi hipothalamus, lesi di pituitari, dan lesi di gonad antara lain yang bersifat kongenital, tumor, kista, penyakit granulomatosa, trauma. Dikatakan hypogonadotropic hypogonadism apabila terjadi defek sentral pada aksis hipothalamus-pituitari sehingga terjadi penurunan atau tidak adanya kemampuan hipotalamus untuk mensekresi GnRH atau kemampuan mensekresi LH dan FSH oleh pituitari.

D. Masa reproduksi

Pada keadaan normal, masa reproduksi dimulai ketika siklus haid ovulatorik. Masa ini ditandai dengan pematangan folikel, ovulasi, dan pembentukan korpus luteum. Lamanya masa reproduksi sangat bergantung pada cadangan folikel yang masih tersedia dalam ovarium.

1.      Pengaturan sistem reproduksi wanita dengan siklus haid ovulatorik

Fungsi reproduksi wanita yang normal, secara berkala dikendalikan oleh hormon yang dihasilkan oleh ovarium. Folikel de Graaf merupakan tempat pembuatan hormon steroid seks yang sangat penting pada wanita. Dengan bermulanya pubertas, terjadiah proses siklik pada seorang wanita melalui perubahan-perubahan tertentu pada proses ovulasi.
Pertama-tama terjadi pematangan folikel yang kemudian diikuti dengan ovulasi dan pembentukan sebuah organ endokrin baru yaitu korpus luteum.
Fase pertama siklus haid disebut sebagai fase folikuler (fase proliferasi) sedangkan fase kedua disebut sebagai fase luteal (fase sekresi). Fase folikuler dipengaruhi oleh estrogen, dan fase luteal dipengaruhi oleh progesterone. Fungsi ovarium dan siklus haid tersebut diatur oleh lingkaran pengaturan autonom yang relatif tertutup, terdiri dari hipotalamus, hipofisis anterior, dan ovarium.

          2. Siklus haid

Selama satu siklus haid, maka pada ovarium, uterus dan serviks terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut :
Hari pertama, mulai perdarahan haid, lamanya kurang lebih 2 hingga 6 hari. Hari ke 5-14 merupakan fase folikuler atau fase proliferasi, yang dimulai setelah perdarahan berakhir dan berlangsung sampai saat ovulasi. Fase ini berguna untuk menambahkan endometrium agar siap menerima ovum yang telah dibuahi, sebagai persiapan suatu kehamilan. Pada fase ini, di dalam ovarium terjadi pematangan folikel.
Akibat pengaruh FSH, folikel tersebut akan mengahsilkan estradiol dalam jumlah besar. Mulut serviks kecil dan tertutup, getahnya dapat ditarik seperti benang (Spinbar-keit). Pembentukan estradiol akan terus meningkat sampai saat akan terjadinya ovulasi (kira-kira hari ke 13). Setelah itu kadar estradiol turun lagi dan pada fase sekresi meningkat lagi untuk kedua kalinya.

Peningkatan estradiol ketika akan terjadi ovulasi mengakibatkan terjadinya pengeluaran LH yang banyak (umpan balik positif dari estradiol). Puncak LH ini akan memicu ovarium dan terjadilah ovulasi pada hari ke 14 (beragam).

Hari ke 14-28 merupakan fase luteal atau fase sekresi, yang memiliki ciri khas, yaitu terbentuknya korpus luteum dan penebalan kelenjar endometrium. Pengaruh progesterone terhadap endometrium paling kentara pada hari ke 22, yaitu pada saat ovulasi seharusnya terjadi. Peningkatan progesterone sesudah ovulasi akan menghambat sekresi FSH dari hipofisis, sehingga pertumbuhan folikel selama fase luteal akan terhambat pula.


Kejadian sindroma ovarium polikistik cukup tinggi pada wanita usia reproduksi, namun penyebabnya yang pasti hingga kini belum diketahui dengan pasti. Sindroma ovarium polikistik ini erat kaitannya dengan peristiwa anovulasi. Baku emas untuk menegakkan diagnosis sindroma ovarium polikistik ialah dengan laparoskopi. Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologik yang dewasa ini banyak mendapat perhatian para ahli. Pertumbuhan endometriosis sangat dipengaruhi oleh hormon steroid terutama estrogen. Nyeri pelvik, nyeri haid, dan infertilitas erat kaitannya dengan endometriosis.

E. Masa klimakterium dan senium

Klimakterium adalah masa yang bermula dari akhir tahap reproduksi, berakhir pada awal senium dan terjadi pada wanita berumur 40-65 tahun. Masa ini ditandai dengan berbagai macam keluhan endokrinologis dan vegetatif. Keluhan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya fungsi ovarium. Gejala menurunnya fungsi ovarium adalah henti haid pada seorang wanita yang dikenal sebagai menopause. Kurun waktu 4-5 tahun sebelum menopause disebut masa pramenopause, sedangkan kurun waktu 3-5 tahun setelah menopause disebut sebagai masa pascamenopause. Masa pramenopause, menopause, dan pascamenopause dikenal sebagai masa klimakterium sedangkan keluhan-keluhan yang terjadi pada masa tersebut disebut sebagai sindrom klimakterik.

Etiologi dan gambaran klinis
Pertama-tama terjadi kegagalan fungsi korpus luteum. Kemudian, turunnya produksi steroid ovarium menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus. Keadaan ini meningkatkan produksi FSH dan LH. Dari kedua gonadotropin itu, ternyata yang paling mencolok peningkatannya adalah FSH. Oleh karena itu, peningkatan kadar FSH merupakan petunjuk hormonal yang paling baik untuk mendiagnosis sindrom klimakterik.

Secara endokrinologis, masa klimakterium ditandai oleh turunnya kadar estrogen dan meningkatnya pengeluaran gonadotropin. Gambaran klinis dari defisiensi estrogen dapat berupa gangguan neurovegetatif, gangguan psikis, gangguan somatik dan gangguan siklus haid. Gangguan neurovegetatif yang disebut juga gangguan vasomotorik dapat muncul sebagai gejolak panas (hot fushes), keringat banyak, rasa kedinginan, sakit kepala, desing dalam telinga, tekanan darah yang goyah, berdebar-debar, susah bernafas, jari-jari atrofi dan gangguan usus. Gangguan psikis muncul dalam bentuk mudah tersinggung, depresi, kelelahan, semangat berkurang, dan susah tidur. Gangguan somatic, selain gangguan haid atau amenorea, mencakup pula kolpitis atrofikans, ektropium uretra, inkontinensia urin, disuria, desensus, prolaps, penyakit kulit klimakterik, osteoporosis, arthritis, aterosklerosis, sklerosis koroner, dan adipositas.

III. PENGENALAN GEJALA AWAL GANGGUAN

1. Prediksi dini lewat anamnesa khusus

a. Sindroma klimakterik

Lebih kurang 70% wanita peri dan pascamenopause mengalami keluhan vasomotorik, depresif, dan keluhan psikis dan somatik lainnya. Berat atau ringannya keluhan berbeda-beda pada setiap wanita. Keluhan-keluhan tersebut mencapai puncaknya sebelum dan sesudah menopause, dan dengan meningkatnya usia, keluhan-keluhan tersebut makin jarang ditemukan.
Pada wanita pascamenopause dijumpai pula kelainan pada kulit berupa kulit menipis, keriput, gatal-gatal, kuku rapuh dan berwarna kuning, mulut kering, dan lidah seperti terbakar. Keluhan lain adalah mata kering dan kesulitan menggunakan kontak lensa, rambut menipis dan sering ditemukan tumbuhnya rambut di sekitar bibir, hidung, dan telinga. Keluhan urogenital dapat berupa nyeri senggama, vagina kering, keputihan, perdarahan pascasenggama, infeksi saluran kemih berulang, gatal pada vagina/vulva, iritasi, prolapsus uteri/vagina, dan inkontinensia urin.

b. Usia

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan usia, yaitu antara 40-65 tahun. Setelah itu perlu ditanyakan pola haid wanita tersebut untuk mengetahui apakah wanita tersebut berada pada usia premenopause, perimenopause, menopause, atau pascamenopause. Ditanyakan juga mengenai keluhan yang muncul. Keluhan vasomotorik tampil berupa semburan panas (hot flushes) yang dirasakan mulai di bagian dada menjalar ke leher dan kepala. Kulit di daerah tersebut terlihat kemerahan. Segera setelah timbul semburan panas, daerah yang terkena semburan panas tersebut mengeluarkan banyak keringat. Wanita mengeluh jantung berdebar-debar, sakit kepala, dan perasaan kurang nyaman dan selalu ingin berada di tempat dingin.

Keluhan lain adalah keluhan psikologik berupa perasaan takut, gelisah, mudah tersinggung, lekas marah, sulit berkonsentrasi, perubahan perilaku, depresi, dan gangguan libido. Pada sistem urogenital muncul keluhan nyeri sanggama, vagina kering, keputihan, infeksi, perdarahan pascasanggama, infeksi saluran kemih, gatal-gatal pada vulva/vagina. Pada pascamenopause ditemukan prolapsus uteri dan vagina, nyeri berkemih dan inkontinensia urin. Kulit menjadi kering dan menipis, gatal-gatal, keriput, kuku rapuh dan berwarna kunig. Tulang-tulang dan otot terasa nyeri. Mata kering, sulit menggunakan kontak lensa. Muncul keluhan oral discomfort, berupa mulut kering yang persisten, rasa terbakar atau panas, ulserasi di rongga mulut dan gangguan pengecapan. Selain itu, akibat terjadinya osteoporosis pada tulang, maka gigi mudah rontok. Dampak jangka panjang kekurangan estrogen adalah meningkatnya kejadian osteoporosis, demensia, penyakit jantung koroner, stroke dan kanker usus besar.

2. Prediksi dini pemeriksaan hormonal

Pemeriksaan hormonal FSH, LH dan estradiol tidaklah mutlak. Dari usia dan keluhan yang muncul telah dapat ditegakkan diagnosis. Bila pasien tidak haid > 6 bulan pada umumnya kadar FSH dan LH tinggi, dan kadar estradiol sudah rendah. Analisa hormonal baru dilakukan bila keluhan yang muncul diragukan akibat kekurangan estrogen. Pada usia pre dan perimenopause, hormon yang diperiksa adalah FSH, LH, dan estradiol. Tidak jarang pada keadaan seperti ini ditemukan FSH, LH, dan estradiol yang tinggi, namun pasien sudah merasakan adanya keluhan. Keluhan vasomotorik sering dijumpai pada kadar estrogen yang tinggi. Meskipun kadar estrogen tinggi, namun karena pasien telah merasakan adanya keluhan maka pasien tetap diberikan pengobatan. Mungkin sajaditemukan kadar FSH, LH dan estradiol normal, tetapi pasien telah merasakan adanya keluhan. Pada keadaan seperti inidianjurkan pemeriksaan T3, T4, dan TSH, karena baik hipertiroid maupun hipotiroid dapat menimbulkan keluhan mirip dengan keluhan klimakterik. Bila ternyata pemeriksaan T3, T4, dan TSH normal, maka kemungkinan besar terjadi fluktuasi estradiol dalam darah.
Pada wanita pascamenopause atau menopause prekok cukup diperiksa FSH dan estradiol (E2) darah, dan kadar FSH biasanya sudah > 35 mIU/ml dan kadar estradiol sudah berada < 30 pg/ml.

3. Prediksi dini dengan alat canggih

a. Densitometer
Pemeriksaan densitometer hanya dilakukan pada wanita dengan factor resiko osteoporosis, seperti menopause dini, pascamenopause, telat datangnya menars, kurus, kurang olah raga, kurang bergerak, merokok, banyak minum kopi, minuman bersoda dan alcohol, diet rendah kalsium, nyeri tulang, penggunaan kortikosteroid jangka panjang dan hipertiroid.
Tulang dan kulit merupakan organ yang kandungan kolagen cukup banyak. Hilangnya kandungan kolagen kulit pada wanita pascamenopause mencapai rata-rata 2% per tahun. Kehilangan kolagen ini paralel dengan hilangnya massa tulang. Kandungan kolagen dapat dipakai untuk mendiagnosis osteoporosis. Dewasa ini telah tersedia USG transdermal yang dapat mengukur ketebalan kulit wanita pascamenopause.

b. Pengukuran ketebalan (densitas) mineral tulang
Melihat langsung densitas tulang merupakan tindakan diagnostik yang sangat penting dan sangat dianjurkan bagi wanita dengan faktor resiko. Selain itu, tindakan diagnostik juga diperlukan untuk melihat hasil pengobatan yang sedang atau yang telah dilakukan. Tidak dianjurkan pemeriksaan densitas tulang rutin tanpa indikasi yang jelas.


IV. PERKEMBANGAN MUTAKHIR DI BIDANG HORMONAL Mengingat banyaknya kendala dalam pemakaian terapi sulih hormon seperti takut terkena kanker payudara, harus digunakan jangka panjang, banyaknya efek samping dan harga yang mahal, maka perlu dicari alternatif lain sebagai pangganti TSH yang dapat memenuhi criteria alami, murah, berasal dari tanaman, efektif, dan dapat diterima oleh wanita menopause. Alternatif tersebut ialah fitoestrogen, yang banyak ditemukan dalam makanan maupun yang banyak ditemukan pada beberapa tanaman di Indonesia. Struktur kimia fitoestrogen sebagian besar bukan steroid sedangkan estrogen umumnya adalah steroid. Fitoestrogen terdiri dari isoflavon (genistein, daidzein, dan glycetein), coumestan (coumesterol) dan lignan.
Isoflavon banyak ditemukan dalam legumes (tumbuhan polong terutama kedelai dengan produk olahannya susu, tofu, tempe, dan miso), lignan dalam buah-buahan, sayuran biji-bijian (sereal), coemestan dalam red clover dan tauge.
Hingga kini penelitian efek pemberian fitoestrogen terhadap wanita menopause masih sedikit. Di negara-negara Asia angka kejadian keluhan vasomotorik, kanker payudara, kanker prostat, osteoporosis, dan penyakit jantung lebiha rendah dibandingkan dengan orang Amerika. Hal ini dikarenakan orang-orang Asia banyak mengkonsumsi makanan mengandung fitoestrogen.
Yang terbaru dan sekarang telah banyak digunakan adalah ditemukannya estrogen sintetik yaitu tibolon (Livial) yang sangat efektif dalam mengatasi keluahan menopase seperti hot flushes. Disamping itu juga dapat meningkatkan mood dan libido serta memperbaiki seksual well-being. Selain itu dapat mencegah osteroporosis dan dapat meningkatkan densitas massa tulang wanita osteoporosis.

V. RUJUKAN

1. Baziad A, Endokrinologi ginekologi. Edisi kedua. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas kedokteran Universitas Indonesia; 2003; 65-67.

2. Sastrawinata S.Wanita dalam berbagai masa kehidupan.Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T.Ilmu kandungan.Edisi kedua.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;1994:125-128

3. Speroff L, Glass RH, Kasen NG. Clinical gynecologic endocrinology and infertility 5 th ed. Baltimore-London: William and wilkins, 1994: 360-391

4. Baziad A. Menopause dan andropause. Edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2003; 1-7.



PSIKOLOGI REMAJA

Remaja dan Permasalahannya

Sofia Retnowati

Fakultas psikologi UGM

Pengantar

            Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan tidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.
            Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, kebahagian dan penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas itu juga akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya.
            Hurlock (1973) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Menurut Thornburgh (1982), batasan usia tersebut adalah batasan tradisional, sedangkan alran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun.
            Perubahan sosial seperti adanya kecenderungan anak-anak pra-remaja untuk berperilaku sebagaimana yang ditunjukan remaja membuat penganut aliran kontemporer memasukan mereka  dalam kategori remaja. Adanya peningkatan kecenderungan para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan kerja (magang) setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan dalam golongan remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.
           
Lebih lanjut Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.       Remaja awal : antara 11 hingga 13 tahun
b.      Remaja pertengahan: antara 14 hingga 16 tahun
c.       Remaja akhir: antara 17 hingga 19 tahun.

Pada usia tersebut, tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
1.   Mencapai hubungan yang baru dan lebih masak dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis
2.      Mencapai peran sosial maskulin dan feminin
3.      Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
4.      Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
5.      Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi
6.      Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
7.      Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga
8.     Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai warga negara
9.      Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial
10.  Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku (Havighurst dalam Hurlock, 1973).

Tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas tersebut dengan baik. Menurut Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu:
1.      Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.
2.      Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.
Elkind dan Postman (dalam Fuhrmann, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu berkembangnya kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan somatik dan kesedihan yang kronis.
Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang sangat kompeten dan trampil untuk mengelola teknologi tersebut. Ketidakmampuan remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian cepat dapat membuat mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan emosional.
Bellak (dalam Fuhrmann, 1990) secara khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan remaja. Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan dimana segala sesuatu berubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu banyak dan terlalu cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk hingga mencapai apa yang disebut information overload. Akibatnya timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas dan masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya.
Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stres dan harapan-harapan baru yang dialami remaja membuat mereka mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku. Stres, kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja membuat mereka mengambil resiko dengan melakukan kenakalan (Fuhrmann, 1990).
Uraian di atas memberikan gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini. Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat digolongkan dalam delinkuensi.
            Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapaikemasakan dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada remaja.
1.      Perkembangan fisik remaja
Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual). Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas ini merupakan peristiwa yang paling penting, berlangsung cepat, drastis, tidak beraturan dan terjadi pada sisitem reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi dan mempengaruhi organreproduksi untuk memulai siklus reproduksi serta mempengaruhi terjadinya perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan karakteristik seksual sekunder. Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi, sedangkan karakteristik seksual sekunder mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin misalnya, pada remaja putri ditandai dengan menarche (menstruasi pertama), tumbuhnya rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul, sedangkan pada remaja putra mengalami pollutio (mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuh rambut-rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, di kaki, kumis dan sebagainya.
Menurut Mussen dkk., (1979) sekitar dua tahun pertumbuhan berat dan tinggi badan mengikuti perkembangan kematangan seksual remaja. Anak remaja putri mulai mengalami pertumbuhan tubuh pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan mengalami menarche rata-rata pada usia 12 tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan perubahan tubuh pada usia sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara terjadi pada usia 13 tahun (Katchadurian, 1989). Penyebab terjadi makin awalnya tanda-tanda pertumbuhan ini diperkirakan karena faktor gizi yang semakin baik, rangsangan dari lingkungan, iklim, dan faktor sosio-ekonomi (Sarwono, dalam JEN, 1998).
Pada masa pubertas, hormon-hormon yang mulai berfungsi selain menyebabkan perubahan fisik/tubuh juga mempengaruhi dorongan seks remaja. Menurut Bourgeois dan Wolfish (1994) remaja mulai merasakan dengan jelas meningkatnya dorongan seks dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan dengan orang lain dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Selama masa remaja, perubahan tubuh ini akan semakin mencapai keseimbangan yang sifatnya individual. Di akhir masa remaja, ukuran tubuh remaja sudah mencapai bentuk akhirnya dan sistem reproduksi sudah mencapai kematangan secara fisiologis, sebelum akhirnya nanti mengalami penurunan fungsi pada saat awal masa lanjut usia (Myles dkk, 1993). Sebagai akibat proses kematangan sistem reproduksi ini, seorang remaja sudah dapat menjalankan fungsi prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi dengan aman secara fisik. Menurut PKBI (1984) secara fisik, usia reproduksi sehat untuk wanita adalah antara 20 – 30 tahun. Faktor yang mempengaruhinya ada bermacam-macam . Misalnya, sebelum wanita berusia 20 tahun secar fisik kondisi organ reproduksi seperti rahim belum cukup siap untuk memelihara hasil pembuahan dan pengembangan janin. Selain itu, secara mental pada umur ini wanita belum cukup matang dan dewasa. Sampoerno dan Azwar (1987) menambahkan bahwa perawatan pra-natal pada calon ibu muda usia biasanya kurang baik karena rendahnya pengetahuan dan rasa malu untuk datang memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan.
2.      Perkembangan Psikis Remaja
Ketika memasuki masa pubertas, setiap anak telah mempunyai sistem kepribadian yang merupakan pembentukan dari perkembangan selama ini. Di luar sistem kepribadian anak seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi, pengaruh media massa, keluarga, sekolah, teman sebaya, budaya, agama, nilai dan norma masyarakat tidak dapat diabaikan dalam proses pembentukan kepribadian tersebut. Pada masa remaja, seringkali berbagai faktor penunjang ini dapat saling mendukung dan dapat saling berbenturan nilai.



Kutub Keluarga ( Rumah Tangga)
            Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah).
            Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli, antara lain:
a.       Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)
b.      Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah
c.       Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk)
d.      Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis).

Selain daripada kondisi keluarga tersebut di atas, berikut adalah rincian kondisi keluarga yang merupakan sumber stres pada anak dan remaja, yaitu:
a.       Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu
b.      Terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga
c.       Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orangtua atau oleh kakek/nenek
d.      Sikap orangtua yang dingin dan acuh tak acuh terhadap anak
e.       Sikap orangtua yang kasar dan keras kepada anak
f.       Campur tangan atau perhatian yang berlebih dari orangtua terhadap anak
g.      Orang tua yang jarang di rumah atau terdapatnya isteri lain
h.      Sikap atau kontrol yang tidak konsisiten, kontrol yang tidak cukup
i.        Kurang stimuli kongnitif atau sosial
j.        Lain-lain, menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orang tua, dan lain sebagainya.

Sebagaimana telah disebutkan di muka, maka anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sebagaimana diuraikan di atas, maka resiko untuk berkepribadian anti soial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/maja yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat/harmonis (sakinah).

Kutub Sekolah
            Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain;
a.       Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai
b.      Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
c.       Kualitas dan kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai
d.      Kesejahteraan guru yang tidak memadai
e.       Kurikilum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang kurang
f.       Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya.

Kutub Masyarakat (Kondisi Lingkungan Sosial)
            Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua, faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut, antara lain:
a.       Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan)
1)      Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini hari
2)      Peredaran alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
3)      Pengangguran
4)      Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
5)      Wanita tuna susila (wts)
6)  Beredarnya bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan kekerasan
7)      Perumahan kumuh dan padat
8)      Pencemaran lingkungan
9)      Tindak kekerasan dan kriminalitas
10)  Kesenjangan sosial

b.      Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas)
1)      Penyalahgunaan alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya
2)      Perkelahian perorangan atau berkelompok/massal
3)      Kebut-kebutan
4)      Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan
5)      Perkosaan
6)      Pembunuhan
7)      Tindak kekerasan lainnya
8)      Pengrusakan
9)      Coret-coret dan lain sebagainya

Kondisi psikososial dan ketiga kutub diatas, merupakan faktor yang kondusif bagi terjadinya kenakalan remaja.
 

Resources

Search